Minggu, 02 Oktober 2011

RUBHEDA

Desiran kehidupan yang menyakitkan membawa seorang bidadari jelita terjatuh ditengah padang kehidupan yang sangat luas; menebak langkah kakinya dan menghitung hingga tidak mampu lagi bersuara. Dalam pekatnya pikiran dan malam mencoba mengartikan seluruh derita yang dimiliki dengan kemampuannya yang saat ini terbatas.

Kembali wajah tertunduk dengan dalam- seakan wajah tidak lagi memiliki keberanian menantang sang rembulan, wajah itu penuh garis-garis kenistaan. Dengan lembut sang kalbu menggenggam pikiran sambil berucap rendah, dapatkah kau saat ini terdiam sejenak, pikiran, selama ini kau telah memberikan nikmat yang membara- nikmat yang tidak pernah habis hingga ketika semua ku sadari itu hanya menjauhkanku dari kebahagiaan.

Pikiran diamlah sejenak-biarkan aku ibumu sang kabu memberikan sedikit kekuatan untuk tubuh ini-kau rasakan bagaimana menggigilnya kulit halus terkena goresan angin ? kau telah tahu betapa perihnya telapak kaki menginjak bara dan onak duri sampai semua tidak mungkin dirasakan ? Bunda kalbu; aku pikiran hanya membawamu pada keinginan; aku mengertikan semua yang ada di dunia ini sebagai aku melihatnya. Sebaik apapun harap yang telah kau utaran aku hanya bisa mengabaikannya, bukan untukku semua ini.

Lihatlah saat ini tubuh kulihat tanpa busana indah-penuh robekkan dan sebagaian kulitnya telah memerah karena sang mentari merabanya. Kulihat sebagian tubuh itu masih mengharapkan dirimu kabu-sebagian lagi telah aku hancurkan dengan segala tipu muslihatku; namun kini aku mengerti semua ini satu adanya-ragamu oh sang bidadari tidaklah secantik kelahiranmu- namun tidaklah sia-sia semua yang telah kau lakukan karena aku telah memberikan dirimu pengetahuan untuk lepas dari semua ini, bidadariku sayang kembalilah bangkit-dan bunda kalbu aku akan berteriak lantang pada rasa malu yang telah lama tertidur dan akupun akan berkata keras pada kepedihan untuk tidak lagi menyaksikan kembang nafsu yang tertidur lama di atas tubuh ini. Kalbu harapmu akan menjadi pelta bagi raga yang telah lama dijamah sang kala; tuntaskan seluruh permaianan jemarinya yang telah membuat raga tidak lagi memiliki keharuman karena tetesan air liur yang tidak lagi mampu ku hapuskan


BY tJ.GarIng

1 komentar:

lhea mengatakan...

tetesan air liur ikz, ngiler nu :p

ngece dot com

ra popo wes demi : 'bidadariku sayang bangkitlah' aku rela huahahhahaha

#nyampah di blog orang

piss dot com