Selasa, 28 Desember 2010

ARTI KATA NUSANTARA

Boedak Satepak 26 Desember jam 11:14 
Sampurasun...!
***catatan :


RA = SINAR / Matahari
DEWA = CAHAYA / Rambatan cahaya Matahari
SANG = CA'ANG / TERANG

Karuhun Sunda ternyata sudah lebih dulu memahami bahwa; Seluruh benda langit yang mengelilingi Matahari itu BERASAL dari Matahari juga...(pecahan) dan posisi Planet Bumi adalah ruang langit yang paling sempurna untuk kehidupan Manusia berdasarkan jarak radial Matahari yang paling ideal... (*sabab deukeut teuing mah panas... jauh teuing nya ti'is).

Sehingga... Karuhun Sunda mengatakan bahwa :
  1. MANUSIA dan mahluk hidup lainnya TERCIPTA dari BUMI, maka mereka menyebutnya sebagai BWA-ACI atau "Aci ning Bumi" .
  2. BUMI (*dan benda langit lainnya) TERCIPTA dari MATAHARI... itu sebabnya mereka menyebut Bumi sebagai BWA-NA (*Na = Api).
Berdasar pada pemahaman tentang adanya ajaran Matahari, Api, Bumi dan Manusia maka kita dapat mengidentifikasi tentang asal kata "SUNDA"... (*SU-NA-DA), tentu saja ini bukan yang paling benar... tapi kita tidak boleh terlepas dari KONTEKS dan LOGIKA... agar tidak menjadi ilmu GATUK.

  1. SU = merupakan inti ajaran Matahari (Surya) "Kebijakan - Kebajikan" yang prinsipnya mengacu kepada sifat-sifat Sang Hyang Manon (Surya / simbol Sang Hyang), sebab ia mengawali dan memberikan segala kehidupan bagi manusia serta mahluk lainnya yang ada di Bumi...tanpa pilih-kasih... dan Matahari itu adalah "RA".... (*RA = Sinar = Maha Cahaya = Matahari = simbol Sang Hyang = MAHADEWA).
  2. NA = "Api" merupakan kesadaran tentang konsep BWA-NA, atau Bumi yang pada mulanya merupakan kesatuan dari Matahari (BUR / Maha Cahaya), atau API itu merupakan perwakilan dari MATAHARI di Bumi.
  3. DA = artinya Besar... Gede... atau Agung.
Maka kristalisasi dari SU-NA-DA itu adalah SUNDA yang nilainya sama saja dengan "RA". 
Dengan demikian :
"RA" = MATAHARI, MAHACAHAYA, MAHADEWA. jadi :
  • Bangsa SUNDA = Bangsa - RA
  • Agama SUNDA = Agama - RA
  • Negeri SUNDA = Negeri - RA (Naga-RA)
  • Tanah SUNDA = Tanah - RA
  • Bahasa SUNDA = Bahasa - RA
  • Bende SUNDA = Bende - RA
Sekarang kita lihat pada penamaan berikut :
  • Dirganta - RA
  • Swarganta - RA
  • Dwipanta - RA
  • Nusanta - RA
  • Jawa - RA
  • Swa - RA
  • Bata - RA

Jadi SUNDA itu bukan ras atau etnis atau suku bangsa yang hidup di Jawa Barat... tapi suatu AJARAN di wilayah yang sangat besar (*sekelas BENUA)...dan sekarang wilayah besar itu menciut dengan sebutan INDONESIA. 

Sekali lagi saya tegesken bahwa :
"RA" itu adalah SINAR (Maha Cahaya) atau BUR yang artinya MATAHARI, MAHACAHAYA, MAHADEWA ialah LAMBANG dari SANG HYANG TUNGGAL.

Itu sebabnya kita disebut sebagai BANGSA MATAHARI atau BANGSA SURYA atau PENGANUT AJARAN SURYA (meureun ceuk orang BARAT mah bangsa ARYA ???).
India = Negeri Chandra (Bulan)
Jepang = Negeri Matahari Terbit
Timur Tengah = Negeri Chandra Surya.

Maka tidak aneh jika Leluhur bangsa menerapkan pola KEMAHARAJAAN dalam konsep PA-RA-HYANG (*PA = Tempat) untuk menata kehidupan SWA (*diri / manusia) 'anak' dari BWA-ACI di BWA-NA. Karena merujuk kepada pola ajaran "RA" maka sistem ketata-negaraanpun berupa KONSTELASI BENDA LANGIT yang mengelilingi dan terpusat pada MATAHARI... artinya bangsa SUNDA itu sudah menerapkan pola kenegaraan yang TERPIMPIN dan TERPUSAT (kesatuan pemerintahan). Dengan jabaran sebagai berikut :

  1. Inti SANG HYANG TUNGGAL >>> pemimpin ajaran disebut RAMA, tempatnya disebut KARAMAT... dianggap sebagai UTUSAN TUHAN.
  2. Ring Satu >>> wilayah PA-RA-HYANG (Parang), pemimpinnya disebut RA-HYANG dengan gelar RATU dan tempat tinggalnya disebut KARATUAN (Keratuan / Keraton). 
  3. Ring Dua >>> wilayah PA-DA-HYANG (Padang), pemimpinnya disebut DA-HYANG dengan gelar DATU atau RESI dan tempat tinggalnya disebut KADATUAN (Kedatuan / Kedaton).
  4. Ring Luar >>> wilayah besar disebut KA-HYANG-an.
Susunan ketata-negaraan tersebut (La-Hyang) menyerupai konstelasi benda langit terhadap Matahari, dan pola tersebut diaplikasikan hingga bangsa kita selalu membangun wilayah PA-RA-HYANG di sekitar GUNUNG yang umumnya jenis GUNUNG BERAPI, sebab RA = NA (Api).

Demikian UNGGUL dan TERHORMATNYA derajat bangsa Indonesia (di masa lalu), baik dari segi ketata-negaraan, kebangsaan, keagamaan dan kemasyarakatannya. Tapi pada saat ini hal hal tersebut DITOLAK MENTAH-MENTAH oleh sebagian besar 'orang' Sunda SONTOLOYO ! 

Konsep PA-RA-HYANG ini tidak hanya berlaku di NUSANTA-RA tapi juga hampir diseluruh dunia, seperti di BENUA AFRIKA (Timur Tengah) melalui pola ke-NABI-an dan yang terakhir mempergunakan pola tersebut adalah EROPA dengan kekuasaan Vatican-nya. Setiap negara kerajaan di dunia mengadopsi pola PA-RA-HYANG, walaupun dengan sebutan dan gelar yang berbeda (Nabi, Paus, Rabi, Tsar, Kan dsb) namun pada prinsipnya sama kekuasaan berada ditangan PEMUKA AGAMA tapi tentu tidak semua dapat berlangsung dengan lancar.

-----------------------------------------------------------------

*** Kesimpulan :
  1. SUNDA bukan nama etnis atau ras... melainkan nama sebuah ajaran tentang SU-NA-DA.
  2. SUNDA adalah nama ajaran KEAGAMAAN dan KETATA-NEGARAAN yang dampaknya mendunia.
  3. RA = SU + NA + DA >>> Kebajikan dan Kebijakan + Api + Agung / Besar = MAHADEWA (Bur)
  4. INDONESIA adalah NEGERI MATAHARI (RA) - Nusanta-RA.
PA-RA-HYANG berhasil mem-BWA-NA dan menjadi panutan seluruh kerajaan di dunia akibat menerapkan pola ketata-negaraan SITUMANG (Resi, Ratu, Rama, Hyang) untuk membangun DA-HYANG-SU-UMBI. Di sisi lain konsep RESI - RATU - RAMA atau sering disebut TRI-SU-LA ini merupakan Tri-Tunggal yang diumpamakan 'seperti senjata' yang digunakan oleh tokoh-tokoh :
  1.  Batara Guru (Siwa)
  2. Betari Durga
  3. Poseidon (*Pasundaan ?)
  4. Ratu Laut Selatan, dsb

SEJARAH INDONESIA

Boedak Satepak 26 Desember jam 11:19 

Bangsa kita ini begitu aneh, mau saja didikte oleh para ilmuwan Barat bahkan hampir 100% turut menyepakati pendapat bangsa lain, misalnya ketika negara dan bangsa Indonesia dikategorikan sebagai bangsa kelas tiga ataupun ketika disebut sebagai negara berkembang. Barat menetapkan bahwa kebudayaan Mesir dan Yunani (6000 - 5000 SM) sebagai peradaban tertua di bumi, ilmuwan negeri kita ikut mendukung propaganda 'ilmiah' itu. Entah kenapa, ilmuwan sejarah dan kepurbakalaan bangsa kita sepertinya takut untuk melahirkan teori baru tentang peradaban atau memang otaknya kurang cerdas. Namun pada umumnya takut untuk berhadapan dengan argumentasinya sejarawan Barat (salut untuk Prof. Primadi Tabrani).

Berdasarkan catatan yang tertulis di alam sebagai "situs sejarah" baik yang berupa penamaan wilayah serta objek-objek lain yang ada di negara kita sebenarnya menunjukan kemungkinan sangat besar bahwa peradaban manusia berawal dari negara ini (30.000-12.000 SM).

Paradigma sejarah dunia harus dirombak total...

Indonesia tidak pernah mengalami jaman es (Ice Age) sebab berada di atas permukaan pegunungan berapi (ring of fire) dengan titik lintasan matahari paling ideal. Berbeda dengan negara-negara lain yang pernah tertutup es, terutama kawasan Eropa.

  1. Awal peradaban dimulai dari daerah Gn. Bata-Ra Guru (Dn. Toba), kini kita mengenali masyarakatnya dengan sebutan Bataka-Ra (Batak Karo). Wilayah tersebut sering disebut sebagai "Mandala Hyang" (Mandailing). Ajarannya bernama Surayana (SU-RA-YANA) dengan kiblat Matahari atau Batara Guru (kita menyebutnya sebagai Batara Surya) hingga kita mengenal istilah Satu Sura (Suro). Adapun Batara Durga adalah wakil Matahari (Batara Guru) di Bumi yaitu API.
  2. Setelah Gn. Bata-Ra Guru meletus peradaban bergeser ke Gn. Sunda (Gn. Ka-Ra Katwa), biasa disebut sebagai Bwa-Na Ataan (Banten). Plato menyebutnya sebagai Benua Atalan atau Sundalan, ajarannya disebut Sundayana (sama dengan Surayana). Maka, kata "SUNDA" itu bukan nama sebuah etnis di Jawa Barat melainkan nama ajaran yang juga menjadi nama wilayah besar. Sunda merupakan asal kata Su-Na-Da dan itu bukan singkatan tapi kesatuan kalimat. SU = Benar/Baik, NA = Api, DA = Besar/Gede/Agung. Kata Sundayana oleh Barat digunakan menjadi "Sunday" dan matahari nya disebut "Sun".
  3. Letusan Krakatau menyebabkan pindahnya peradaban menuju daerah Lamba Hyang atau Lambang (Lembang). Konsep kenegaraan pertama di muka bumi berawal dari wilayah ini Gn. Agung (Tangkuban Parahu) dengan konsep "Salaka Domas dan Salaka Nagara" (Dvi-Varna yaitu MERAH = Sinar/RA/BUR/Mahacahaya/Matahari... dan PUTIH = Naga/Penguasa wilayah Gunung Api dan Lautan, sistem kenegaraan berupa Keratuan yang dimulai oleh Sang Hyang Watugunung Ratu Agung Manikmaya kemudian dilanjutkan oleh Maharatu Resi Prabhu Sindu La Hyang yang kelak dikemudian hari diteruskan oleh dinasti Warman (Mulawarman) atau dengan konsep kenegaraan SITUMANG (Resi-Ratu-Rama & Sang Hyang) yang menaungi Da Hyang Su-Umbi (Wilayah Hyang Bumi yang Benar atau PA-DA-HYANG) sebutan "Ratu / RA-TWA" tidak sama dengan queen, Ratu artinya sama dengan Rajya (bahasa India). Ratu merupakan kedudukan di Ka-Ra-Twa-an (Keraton) dan gelar penguasanya disebut RA-HYANG untuk wilayah PA-RA-HYANG (Parang). Di wilayah PA-DA-HYANG (Padang) penguasanya bergelar DA-HYANG berkedudukan di Kedaton (Ka-Da-Twa-an)... bertugas sebagai pengelola wilayah besar di luar Parahyang... Datu = Resi.
  4. Setelah Tk Parahu meletus pemerintahan berpindah ke Gn. Brahma (Bromo) dengan dua gerbang besar Gn. Sundoro (Sunda-Ra) dan Gn. Sumbing (Su-Umbi Hyang) serta pelataran Dieng (Da Hyang / Padang). Lalu Gn. Su-Meru menjadi penanda puncak kejayaan ajaran Salaka Domas dan Salaka Naga-Ra.
  5. Letusan Gn. Bromo menyebabkan pusat pemerintahan berpindah ke Gn. Gede (Gn. Agung-Bali), ajaran Sundayana terus berkembang seperti yang disampaikan oleh Prabhu Sindu La-Hyang, dan menjadi semakin pesat dengan nama Udayana (Sundayana). 
  6. Peradaban pemerintahan Purwanagara ini diakhiri dengan ditetapkannya Gn. Tambo-Ra di Pulo Su-Bawa di masa Maharaja Resi Prabhu Tarus Bawa pada jaman Dwipanta-Ra (jauh sebelum era Nusanta-Ra).
Ajaran Sundayana yang disampaikan oleh Maharatu Resi Prabhu Sindu La Hyang oleh bangsa Jepang disebut Sinto (Shinto). Cikal bakal ajaran Matahari ditetapkan di Su-Mate-Ra sedangkan di Jepang menjadi A-Mate-Ra-Su. Di Cina konsep ajaran La-Hyang ini dikenal dengan sebutan "Liong" (Naga dan Ra) kemudian di India ajaran itu disebut Hindu yang diawali dari daerah Jambudwipa... boleh jadi disimbolkan dalam kisah RAMAYANA (RAMA dan SINTA/Sinto/Sindu). 

Di Mesir kita mengenal tokoh Dewa Ra. Sebutan itu sesungguhnya tidak tepat, sebab DEWA = Cahaya, dan RA = Pusat Cahaya/Mahacahaya/Matahari. Jadi; RA adalah INTI dari DEWA... atau RA = MAHADEWA / MAHACAHAYA. Keberadaan RA di Mesir merupakan 'pengakuan' bangsa Mesir terhadap ajaran KETUHANAN bangsa NUSANTA-RA.... Bukankah patung Budha yang ada di Borobudur-pun tidak diartikan bahwa Sidharta Gautama ada di Indonesia? demikian pula dengan adanya RA di Mesir. 

Walaupun hal tersebut masih berupa "aku-akuan" namun perlu ditelaah lebih lanjut oleh para ahli sejarah, budaya dan kepurbakalaan yang memiliki KECERDASAN. Diluar nantinya "benar atau salah" tentu saja tidak usah khawatir sebab ilmu pengetahuan harus tetap hidup dan berkembang walaupun mengakibatkan terjadinya perobahan besar yang melahirkan paradigma baru. 

Profesor Dr Arysio Santos dari Brazil seorang ahli fisika nuklir telah mencoba meneliti tentang keberadaan Benua Atlantis yang kesimpulannya mengarah ke negara Indonesia namun penelitian Santos ditentang keras oleh para sejarawan Barat hingga bukunya dilarang terbit, lebih goblok dan celakanya lagi ilmuwan kita yang bangsa Indonesia asli malah ikut menentang teorinya profesor Brazil itu yang secara tidak langsung memberikan semangat dan mengangkat sedikit derajat bangsa maling ini adalah 100% BENAR bahwa Rakyat SUNDA (Nusanta-Ra) atau BANGSA MATAHARI adalah keturunan ANJING yang menikah dengan seorang putri Maha Cantik bernama DAYANG SUMBI anak perempuan Maharaja Sunda.

Memang rakyat Nusanta-Ra sesungguhnya adalah keturunan ANJING SI TUMANG... sebab fakta dan realitanya demikian dan itu tidak perlu ditolak, bahkan sudah seharusnya kita sebagai Bangsa Matahari merasa bangga menjadi keturunan langsung Si Tumang dan Dayang Sumbi.

Apakah benar-benar "ada" yang disebut si Tumang...??? ... 100% ADA !
Apakah benar Si Tumang itu Anjing...??? ... 100% BENAR !
Apakah benar ada anjing mengawini Putri Maha Cantik...??? ... 100% BENAR !
Apakah benar Rakyat Sunda Bangsa Matahari itu keturunan mereka...??? ... 100% BENAR
Cilaka...Gustiiii...cilaka...!

Sebagian besar bangsa Sunda ini tidak mengerti maksud dan maknanya...
Kisah roman murahan yang disuarakan oleh bangsa Eropa dipakai untuk menterjemahkan "cerita sejarah Bangsa Nusanta-Ra" yang Agung... Sejarah telah diselewengkan oleh orang-orang biadab yang tidak bertanggung-jawab... bahkan dalam sebuah acara kesenian, walikota Bandung Dada Rosada tidak menyetujui adanya gambar "anjing" (Si Tumang)... dia bilang "Rakyat Sunda bukan turunan Si Tumang...!" Sungguh ironis dan patut dikasihani jika orang setingkat WALIKOTA BANDUNG... tidak memahami sejarah beserta nilai-nilai luhurnya... bahkan bukan mustahil GUBERNUR JABAR-pun tidak tahu apa-apa tentang nilai agung leluhur Bangsa Sunda.... maka bagaimana mungkin mereka dapat memimpin dan membangun ??? 

Dari begitu banyak ketidak-pahaman atas nilai Leluhur Bangsa itu, sebenarnya apa yang ada di balik kisah perkawinan Anjing Si Tumang dan Dayang Sumbi...?
Berdasarkan pola lokal jenius (kearifan lokal) leluhur bangsa Nusanta-Ra ketika membangun sistem nilai komunikasi dalam bentuk kata/bahasa/gambar/gerak.dsb sering mempergunakan pola struktur yang unik, dan ini hampir di seluruh Nusanta-Ra. Khusus dalam pola kata / bahasa banyak yang dibuat singkat dan singkatan...umumnya memiliki nilai yang agung dan luhur. 
Misalnya :

- Majapahit = Maharaja Purahita
- Suling = Su-La-Hyang
- Sunda = Su-Na-Da
- Dwipantara = Dwi-Pa-Na-Ta-Ra
- Jawara = Jawa-Ra
dst.

Setiap "penamaan" (apapun) yang dibuat pada jaman dahulu perlu direnungkan lebih dalam dan teliti, sebab biasanya tidak dapat dikaji dengan pola manapun kecuali mempergunakan pola yang sesuai dengan tata nilai dan pola lokalnya (*termasuk konteks kejadian / sejarah). Maka demikian pula dengan keberadaan tokoh "Anjing Si Tumang dan Dayang Sumbi" sebagai leluhur bangsa Nusanta-Ra. Keduanya samasekali bukan objek mahluk, baik binatang ataupun manusia sebab keduannya hanyalah simbol. Selama ini terjadi kesalah-kaprahan dalam pola penuturan dan penulisan kata "Si Tumang" yang sebenarnya adalah SI-TU-MA-HYANG singkatan dari : 
1. SI = Resi
2. TU = Ratu
3. MA = Rama 
4. HYANG = Sang Hyang Tunggal

Pola RESI-RATU-RAMA dan SANG HYANG TUNGGAL ini merupakan KONSEP KETATA-NEGARAAN PA-RA-HYANG yang kerap disebut juga sebagai TRI TUNGGAL atau TRITANGTU. Keberadaan konsep kenegaraan Sunda tersebut diabadikan dalam bentuk "monument kepala anjing" dari batu yang diberi nama SANG HYANG WATUGUNUNG RATU AGUNG MANIKMAYA.

Tri Tunggal atau SITUMANG inilah yang dengan "setia menjaga" Negeri Matahari kita, maka itu sebabnya dikatakan sebagai ANJING (*simbol kesetiaan dan pengabdian kepada negara). Kadang kesetiaan manusia kalah jauh dibandingkan hewan ini... bahkan manusia bersetia pada dasarnya karena "ada kepentingan".... contohnya ANGGOTA PARPOL.... heheheheh :)

CITRA binatang "anjing" menjadi BURUK setelah masuk dan adanya ajaran Islam di Indonesia, disebut sebagai binatang yang "NAJIS"...dan jika terkena liur atau moncong hidungnya harus dibasuh TUJUH KALI.... Mengapa begitu ekstrimnya...??? hingga sekelas dengan BABI (*simbol rakus)...??? Bahkan di Islam ada fatwa, "Jika di dalam rumah ada anjing maka malaikat tidak akan masuk...!" (*ini mungkin bisa jadi resep panjang umur :) 
***dalam Islam, "anjing selalu dikonotasikan sebagai sesuatu yang negatif... entah apa maksudnya padahal masih banyak binatang lain selain bercitra negatif juga berbahaya.
Kisah rusaknya CITRA ANJING tidak ada bedanya dengan kisah LEMBU yang dikorbankan ('dipersembahkan')... padahal di Jepang sebagai negeri MATAHARI TERBIT (pengikut ajaran Negeri Matahari) anjing-pun disimbolkan sebagai penjaga Sang Matahari (AMATE-RA-SU). 

*** Yang unik justru disebagian besar bangsa kita (terutama di desa), citra binatang UNTA yang tidak ada di negeri ini posisinya jadi lebih baik ketimbang "anjing"... why.... why.... ???

DAYANG SUMBI sendiri sesungguhnya BUKAN manusia berkelamin perempuan. Seperti halnya sebutan SI-TU-MA-HYANG, maka Dayang Sumbi-pun memiliki arti sendiri, yaitu :

1. DA = Besar / Agung
2. HYANG = Sang Hyang Tunggal
3. SU = Baik / Benar
4. UMBI = Ambu / Ibu / Bumi 
Maka, Dayang Sumbi atau DA-HYANG SU-UMBI itu adalah IBU PERTIWI atau Negeri Matahari (Indonesia). Oleh sebab itulah disebut "Putri Maha Cantik" yang maksudnya adalah NEGERI SUBUR YANG MAHA INDAH...!!!


KESIMPULAN :
  1. SITUMANG sesungguhnya SIMBOL atas Lembaga Hukum Ketatanegaraan PA-RA-HYANG... Pusat Hukum Yang Berlandas kepada nilai KETUHANAN YANG MAHA ESA (Sang Hyang Tunggal)Resi = Legislatif. Ratu = Eksekutif. Rama = Yudikati. Hyang = Tuhan. Triaspolitika ini sudah hidup di negeri kita lebih dari dua ribu tahun yang lalu... bahkan hebatnya, ketiga konsep KENEGARAAN itu terikat dan dipersatukan dalam hukum TUHAN (Sang Hyang Tunggal).
  2. DAYANG SUMBI sesungguhnya merupakan SIMBOL WILAYAH yang MAHA CANTIK atau IBU PERTIWI. DA-HYANG SU-UMBI itu artinya adalah Keagungan / Kebesaran Tuhan di Bumi yang Baik / Benar.
  3. Istilah "KAWIN" tidak berarti merujuk kepada soal sex dan humanisme, tetapi lebih berupa KONSEP PENYATUAN dan KESATUAN dalam PENATAAN KELUARGA BESAR (Negara).
  4. ANJING merupakan simbol kesetiaan dalam menjaga kesatuan, keutuhan dan keberlangusungan NAGA-RA.
  5. Seluruh keturunan SI-TU-MA-HYANG dan DA-HYANG SU-UMBI adalah BANGSA MATAHARI yang SANGAT BERADAB atau BANGSA YANG MEMILIKI HUKUM KETUHANAN serta ATURAN HIDUP BERBANGSA dan BERNEGARA sejak... lebih dari 2000 tahun yang lalu....!!! 
Dan itu adalah KITA...PUTRA NEGERI MATAHARI yang AGUNG
"Mari membangun RA-HAYAT !!!"

Kata kunci :
SENI merupakan JEMBATAN bagi KEINDAHAN dan MANUSIA SUNDA TIDAK MEMERLUKAN JEMBATAN ITU.....sebab MANUSIA SUNDA ADALAH KEINDAHAN ITU SENDIRI...!!!

Seni adalah "piranti" untuk mengasah kelembutan rasa (hati) dan kecerdasan berpikir, maka mempelajari SENI sama dengan BELAJAR MENGASAH RASA HINGGA MENCAPAI PUNCAK KETAJAMAN. Lalu, apa puncak pencapaian dari mempelajari seni...??? tentu saja untuk mendapatkan KEINDAHAN. 

"Banyak karya seni yang menawarkan kesedihan dan kesengsaraan, namun tidak pernah ada keindahan yang menyajikan kepedihan" 

Kebutuhan atas KEINDAHAN merupakan sifat ADIKODRATI yang dibawa sejak lahir oleh segala bangsa. Namun kebutuhan tersebut sangat tergantung kepada nilai-nilai tradisi dan potensi lingkungannya (semesta kehidupan yang ada di sekitar). Dengan kata lain; tergantung kepada sarana atau fasilitas yang tersedia sebagai pengasah "rasa".

Sejak jaman dahulu, "keindahan" bagi bangsa Sunda telah menjadi KEBUTUHAN HIDUP YANG UTAMA, dan ini menjadi sangat berbeda dengan bangsa2 lain di dunia. Mengapa demikian...? Sebab KEBUTUHAN DASAR telah terpenuhi secara sempurna (sandang, pangan, papan). Hal ini merupakan POLA ALAMIAH segala bangsa yang berlaku hingga detik ini, tanpa sedikitpun ada perobahan....mungkin begitulah sifat manusia, namun harus dipertegas bahwa BANGSA SUNDA TELAH LEBIH DAHULU MENGAWALINYA. 

Walaupun "keindahan" telah menjadi kebutuhan yang mendasari pola kehidupan bangsa Sunda, namun masyarakatnya tidak pernah menempatkan "keindahan" itu sebagai objek SENI (Art). Bahkan hampir secara eksplisit seni diabaikan, sebab dimata orang Sunda "keindahan" itu bergulir dengan sendirinya datang dari lubuk hati tanpa harus berpikir dan tanpa harus direkayasa atau dibuat-buat... jujur apa adanya.... atau sebut saja bahwa KEINDAHAN TELAH MENJADI BAGIAN DALAM PERI KEHIDUPAN masyarakat Sunda. 

Tentu paparan di atas terasa begitu SOMBONG dan terasa seperti PROPAGANDA kaum puritan lokal yang tersingkir dari peradaban 'modern'... TIDAK... sama sekali tidak begitu...!!! Paparan di atas adalah sebuah realita dan fakta yang sudah lama terkubur di negara kita (Nusantara) dan seolah tidak boleh diungkap lagi.
Bukti dan sisa-sisa KEINDAHAN itu sebetulnya masih tertampakan walaupun sudah semakin samar-samar, beberapa contoh (0,1%) di antaranya adalah sebagai berikut:
  1. Pola berbahasa dan berbicara sebagai PENGHORMATAN... dan bukan sekedar berkomunikasi atau menyampaikan informasi.
  2. Pola penempatan diri (tahu diri) sesuai dengan keberadaan diri sebagai KEHORMATAN dan bukan dalam pola kasta... tanpa dipaksa dan tidak memaksa.
  3. Pola saling MENJAGA dan MENGHORMATI kepada segala penghuni alam... apa pun bentuk dan sifatnya... tidak berlaku pemusnahan (pembunuhan).
  4. Pola bersikap dan berperilaku melalui pengukuran diri berdasarkan kualitas lingkungan (alam sekitar)... menjaga KELANGSUNGAN HIDUP DIMASA DEPAN... atau PEDULI kepada generasi yang akan datang.
(*terlalu banyak untuk diungkapkan sebagai BUKTI-BUKTI).

Hal ini diakibatkan oleh KONSEP atas sudut pandang KEINDAHAN, yaitu AJARAN TENTANG MANUSIA ADILUHUNG yang diterapkan oleh para leluhur bangsa, PENCAPAIAN PUNCAK DARI SEGALA PUNCAK PEMBENTUKAN KARAKTER MANUSIA UNGGUL PARIPURNA.

Dimata orang Sunda, KEINDAHAN itu adalah KEHIDUPAN... maka setiap KEHIDUPAN merupakan HAL YANG SANGAT BERHARGA... itu sebabnya bangsa Sunda begitu peduli terhadap segala aspek kehidupan, mereka mencintai kehidupan melampaui dirinya sendiri dan mereka harus menunjukan fungsi-guna diri terhadap lingkungan hidup dan masa depan seluruh keturunannya agar hidup lebih baik. Hal tersebut dilakukan secara ESTAFET dari generasi ke generasi... seolah memberi kabar tentang 

"BANGUNLAH SEBUAH KEHIDUPAN YANG MAHA INDAH...(di negeri ini)"
Jadi, tidak perlu heran jika bangsa Sunda lebih memilih HIDUP ketimbang MATI... artinya; SEMANGAT HIDUP mereka bangun sedemikian rupa demi MEMBANGUN KEHIDUPAN DI DALAM SEMESTA KEHIDUPAN.... hal ini begitu bertentangan dengan seluruh ajaran yang datang dari negeri seberang, terutama Islam yang mensahkan KEMATIAN melalui PERANG dan JIHAD. 
betapa INDAHNYA MENJADI ORANG SUNDA... 
sayang hanya sedikit orang yang memahaminya.....

Dimanakah Sorga ?

Disebuah perkampungan kecil hidup pemuda yang sangat lugu dan jujur.
Dia hanya mengerjakan ladang dan bertani, setiap hari dikerjakan dengan tekun, tanpa pernah mengeluh. Ketekunan ini menjadikannya luar biasa, dan suatu ketika datanglah sang maha resi bijak untuk sekedar menyapanya.

Hai, pemuda..lihatlah padimu, telah tumbuh dengan subur, tidakkah kau ingin melakukan hal lain selain mengolah tanah ? Tanya Maha Rsi.

Sejauh itu membantu semua mahluk, saya pasti ingin melakukannya, maha rsi, sahut pemuda.

Tertegun atas jawaban sang pemuda,

Maha rsi pun melanjutkan bertanya, maukah kau mendengar sebuah ramalan ku tentang Dunia?

Dengan raut muka yang serius pemuda pun menganggukkan kepalanya, sambil duduk diatas rumput, untuk mendengarkan wejangan Sang Maha Rsi.
Dengarlah, hai pemuda, saat ini dunia yang kau tempati sangatlah indah, bersahaja, dan penuh dengan cerita kasih, namun sayang ini tidak akan bertahan lama, semua akan hilang, dengan ditandai turunnya hujan yang berwarna merah dan ingatlah jangan pernah kau meminum air hujan itu, karena kesadaranmu akan hilang jika kau meminumnya, jika kau akan minum, ambillah air yang tepat berada didalam sumur yang berada ditengah sawah mu, karena hanya itulah mata air yang bisa membuatmu tetap sadar ajaklah semua umatmu untuk meminum air itu.

Ingatlah pesanku dan mulailah siarkan hal ini kepada seluruh umat manusia sebagai laku dharma mu.

Setelah apa yang menjadi awal pertemuan tersebut, sang pemudapun tiap hari menyiarkan berita ramalan kepada penduduk, dan atas tekat yang bulat demi kemanusiaan sampai akhirnya pemuda meninggalkan seluruh pekerjaannya di ladang.
Pemuda yang lugu tersebut dari hari kehari berbicara hal yang sama dan akhirnya penduduk mengatakan jika ia tidak waras lagi... 
Pemuda gila!!, hardik mereka, kau sudah hilang kesadaranmu teriak para sanak familinya.

Namun hal itu tidaklah membuat tekadnya mengendor. Dia pun terus menyiarkan hal tersebut hingga bertahun-tahun.

Disaat pemuda lelah atas apa yang menjadi keyakinannya, saat itulah dunia dilanda kekeringan panjang dan hanya sumur pemuda itu saja yang masih mengeluarkan air. Kembali tumbuh keyakinan sang pemuda untuk mengajak masyarakat meminum air yang ada di tengah sawahnya tersebut.

Kembali cemooh yang di dapat, masyarakat dengan lantang berkata "hey, bukankah ini yang kau inginkan, jika kau telah meracuni sumurmu dan membiarkan kami mati, dan kau yang telah gelandangan akan mengambil seluruh harta kami!! Pemuda kami tidak akan terkena tipu muslihatmu!".

Suatu ketika dunia menjadi sangat gelap, mendung di langit dan juga angin sangat kencangpun menderu bumi, dengan sontak penduduk pun bersorak, lihatlah... Langit akan menurunkan hujan, dan semua cerita itu hanya bohong, teriak masyarakat...

Benar, sesaat kemudian, hujan pun turun, namun hujan itu berwarna merah. Melihat kejadian tersebut sang pemuda pun berteriak, Jangan!.. jangan kau minum air hujan itu, ini lah awal bencana kita, Jangan!!!.... Namun sayang seorang yang dianggap tidak waras, tidak akan pernah dipercaya, seorang miskin dan terlunta tidak akan didengar, akhirnya penduduk pun mulai meminum air hujan yang tampak sangat segar bagi mereka.

Selang beberapa saat setelah meminum air tersebut, pendudukpun mulai memperlihatkan tabiat yang sangat berbeda, mereka sering bertengkar, mereka memainkan peran Tuhan, ada yang mengambil hak orang lain, mengucapkan kebohongan adalah keharusan, berzinah, tidak ada etika moral, semua berubah...tidak ada lagi dunia dengan keindahan yang ada adalah dunia dengan kerumunan pendosa.

Namun, pemuda masih tetap berusaha mengajak mereka untuk minum air sumur milikNya, meminum air kesadaran...

Sia,sia, semua tetap seperti semula, malah mereka semakin bengis terhadap pemuda itu, mereka ingin mengarak dan memancungnya, karena ketidak warasannya.

Hingga suatu saat, pemuda itupun lelah...
Dia sangat lelah...

Dia pun mulai goyah, tidak mampu berteriak lantang....

Dalam hati yang terdalam dia berkata, mereka memang benar,

ya akulah yang tidak waras, dan sumur kesadaran itu hanyalah dongeng Sang Maha Resi...

Dengan langkah yang gontai, pemuda itupun ikut meminum air hujan, untuk dapt kembali diterima oleh masyarakatnya.

KETERGESAAN DAN KEBIASAAN

Tidak diragukan anda mempunyai banyak masalah, masalah rumah tangga, sosial, fisik, dan keuangan, yang sepertinya mendesak meminta jalan keluar yang segera. Mungkin anda memiliki utang yang harus di bayar, atau kewajiban lain yang harus dipenuhi; anda berada di tempat yang tidak membahagiakan atau tidak harmonis, dan merasa sesuatu harus dilakukan dengan segera dan sekaligus. Jangan tergesa-gesa dan bertindak atas dorongan-dorongan superfisial. Anda bisa mempercayai Tuhan untuk jalan keluar dari semua masalah pribadi anda. Tidak perlu tergesa-gesa. Hanya ada Tuhan dan semuanya baik-baik saja.

Ada kekuatan yang tidak terhingga didalam anda, dan kekuatan yang sama berada di dalam hal-hal yang anda inginkan kepada anda dan membawa anda kepada hal-hal yang anda inginkan. Inilah pemikiran yang harus anda tangkap, dan terus pelihara bahwa kecerdasan yang sama dengan yang ada dalam diri anda juga ada didalam hal-hal yang anda inginkan. Mereka terdorong kearah anda dengan sama kuatnya dan pastinya seperti hasrat anda mendorong anda kearah mereka. Oleh karena itu, kecendrungannya adalah : sebuah pemikiran yang terus ditahan di dalam benak pasti akan mendatangkan hal-hal yang anda inginkan kepada anda dan mengelompokkan mereka kesekitar anda. Sejauh anda menahan pikiran dan keyakinan anda dengan benar, semua akan berjalan dengan baik. Tidak ada yang bisa salah kecuali sikap pribadi anda, dan sikap pribadi anda tidak akan salah jika anda percaya dan tidak takut. Ketergesaan adalah ungkapan perasaan takut; mereka yang tidak takut akan memiliki banyak waktu. Jika anda bertindak dengan keyakinan yang sempurna terhadap persepsi kebenaran anda sendiri, anda tidak akan pernah terlalu cepat atau terlalu lambat; dan tidak akan ada yang salah. Jika segalanya tampak salah, jangan terganggu didalam benak; itu hanya tampilan luar. Tidak ada yang bisa salah dengan dunia ini kecuali diri ANDA SENDIRI; dan anda hanya bisa salah jika memasuki sikap mental yang keliru. Manakala anda menemukan diri merasa bersemangat, khawatir atau memasuki sikap mental tergesa-gesa, duduklah dan berpikirlah kembali; lakukan permainan apa saja, atau berliburlah. Pergilah melakukan perjalanan, dan semuanya akan baik ketika anda kembali. Begitu anda memasuki sikap mental tergesa-gesa, anda keluar dari sikap mental kehebatan. Ketergesaan dan takut akan segera memutuskan hubungananda dengan akal universal; anda tidak akan mendapatkan daya, kebijaksanaan, dan informasi sampai anda tenang. Dan jatuh kedalam sikap tergesa akan melenyapkan tindakan Prinsip kekuatan di dalam anda. Takut mengubah kekuatan menjadi kelemahan.

Ingatlah bahwa sikap yang tenang dan kekuatan adalah dua hal yang tidak terpisahkan. Akal yang tenang dan seimbang adalah akal yang kuat dan hebat; akal yang tergesa dan gelisah adalah akal yang lemah. Manakala anda jatuh ke dalam sikap mental tergesa, Anda perlu tahu bahwa anda telah kehilangan sudut pandang yang benar; anda mulai memandang dunia, atau sebagian dunia, sebagai tidak beres. Pertimbangan kenyataan bahwa saat ini juga, dunia beserta segala isinya adalah sempurna. Tidak ada yang tidak beres; tidak ada yang bisa salah; tenanaglah, gembiralah; memiliki keyakinan pada Tuhan.

Selanjutnya, adalah kebiasaan. Mungkin kesulitan terbesar anda adalah mengatasi kebiasaan pikir yang lama, dan membentuk kebiasaan pikir yang baru. Dunia dikuasai oleh kebiasaan. Para raja, tiran, tuan, dan plutokrat hanya mempertahankan posisinya karena orang-orang telah terbiasa menerima mereka. Segala sesuatu seperti apa adanya hanya karena orang-orang telah membentuk kebiasaan menerimanya sebagaimana adanya. Ketika orang mengubah kebiasaan pikir mereka tentang memutuskan lembaga-lembaga pemerintahan, sosial, dan industri, mereka akan mengubah lembaga-lembaga itu. Kebiasaan menguasai kita semua.

Mungkin anda telah membentuk kebiasaan memikirkan diri anda sebagai orang biasa, sebagai seseorang yang kemampuannya terbatas, atau sedikit-banyak orang yang gagal. Apa pun kebiasaan pikiran anda terhadap diri sendiri, seperti itulah diri anda. Sekarang anda harus membentuk kebiasaan yang lebih baik dan hebat; anda harus membentuk konsepsi diri sebagai orang yang memiliki kekuatan tanpa batas, dan membiasakan diri berpikir seperti itu. Adalah kebiasaan, bukan pikiran berkala, nasib anda. Tidak ada manfaatnya bagi anda setiap hari duduk sendiri selama beberapa saat untuk mengukuhkan anda hebat, sepanjang hari – ketika anda melakukan pekerjaan sehari-hari ; anda tidak menganggap diri anda hebat. Tidak ada jumlah doa dan peneguhan yang akan membuat anda hebat, jika anda masih terbiasa menganggap diri sebagai kecil. Penggunaan doa dan peneguhan adalah mengubah kebiasaan berpikir anda. Setiap tindakan fisik, mental, yang sering diulang-ulang akan menjadi kebiasaan.

Tujuan latihan mental adalah mengulang-ulang pikiran tertentu sampai pikiran itu terus menerus dan terbiasa. Pikiran terus menerus yang berulang-ulang akan menjadi keyakinan. Yang harus anda lakukan adalah mengulang pikiran baru tentang diri anda sampai itu menjadi satu-satunya cara anda menganggap diri anda.

(The Science of Being Great)

Senin, 27 Desember 2010

BIJA MANTRA

Mantra berasal dr suku kata 'man' yg berarti berpikir dan suku kata 'tra', berasal dari 'trai' yg artinya melindungi atau bebas dari belenggu samsara atau penampakan duniawi. Dari kombinasi 'man' dan 'tra', jadilah mantra, yg menimbulkan 4 tujuan manusia; dharma, artha, kama dan moksa.

"Mananat trayate iti mantrah"-dengan manana (pemikiran yg tetap atau pengumpulan kembali) dgn mana seseorang dilindungi atau dilepaskan dr perputaran kelahiran dan kematian, itulah mantra. Mantra bersifat illahi. Ia merupakan daya2 Illahi atau Daiwi Sakti yg diwujudkan dlm satu badan yang sehat. Mantra itu sdr adalah Dewata. Setiap orang yg mengucapkan sebuah mantra hendaknya mencoba nilainya yang terbaik utk mewujudkan kesatuannya dgn Mantra yg kita ucapkan, tentu ini tergantung diri sejauh mana usaha yang kita lakukan, sehingga daya dr mantra dpt memenuhi, melengkapi pemujanya. Spt nyala api yg diperkuat oleh angin, demikian pula daya sakti dr pribadi sadhaka, diperkuat olh mantra yg diucapkannya, shg sakti pr ibadu bergabung dgn mantra sakti, shg membuatnya mjd lebih kuat.

Mantra Dewata, adalah aksara atau kombinasi aksara yg mewujudkan Dewata tsb pd kesadaran sadhaka, yg telah memanggilnya dgn sadhana. Mantra merupakan suatu massa (kelompok besar) dr cahaya/teja/energi. Mantra membangkitkan daya2 super alami. Mantra; mempercepat, dan menghasilkan kekuatan daya cipta, mantra menghasilkan keselarasan. Sebuah mantra memiliki daya melepaskan kesadaran kosmos dan super kosmos. Ia memberikan pencerahan, kemerdekaan, kedamaian tertinggi, kebahagiaan abadi dan kekekalan, pada sadhaka. Sebuah mantra apabila diulang2 scr tetap dan terus menerus, akan membangkitkan kesadaran. (Cit atau Caitanya), krn kesadaran itu terpendam dlm sebuah mantra. Sebuah mantra memiliki 4 keadaan mendasar jk dilihat dr gelombang suara: waikari; padat, suara mantra yg dpt didengar, suara dlm kelainan yg maksimum, Madhyama; atau suara mantra dalam, halus, lebih halus keadaannya dimana tak dpt didengar olh telinga phisik.
Pasyanti; suara mantra yg lbh tinggi lg, lbh dalam, keadannya lbh halus lagi. Para; yg mewakili Iswara-Sakti dan merupakan keadaan suara potensial/Karana yg adalah Awyakta/tak terbedakan, krn merupakan sumber alam semesta.

Jadi setiap mantra yg diucapkan merupakan sebuah sabun pembersih spiritual, yg membersihkan pikiran. Bahkan, pensitiran sedikit saja dr sebuah mantra, dgn Sraddha, Bhawa, dan konsentrasi pd maknanya, dgn pikiran terpusat, akan menghancurkan sgl kekotoran pikiran.

Pengulangan mantra pancaksara 'Om Namah Sivaya' akan menhasilkan wujud Siwa. Pengulangan dari 'Om Namo Narayana', yaitu Astaksara mantra dr Wisnu, akan menghasilkan wujud Wisnu, dsb. Oleh karenanya dikatakan bahwa Mantra dr Dewa, adalah Dewa itu sendiri. Pranava adalah yang memberikan daya hidup terhadap sebuah suku kata, kata, rangkaian kata2, kalimat; dalam hal ini Pranava tak lain adalah OM.

Om adalah nama atau simbol dr Tuhan, Iswara atau Brahman. Om merupakan Nama kita yg sesungguhnya, OM meliputi atau menyelimuti keseluruhan dr ketiga tahapan pengalaman manusia. OM berarti sgl penampakan dunia ini. Dari Pranava Om alam semesta indriyani diproyekasikan-dunia ini ada dlm OM dan diserap dlam OM. 'A' dimaksudkan dgn dasar phisik. 'U' dimaksudkan dgn dasar mental atau astral, yg merupakan dunia dr jiwa yg cerdas atau sgl surga. 'M', dimaksudkan dgn seluruh keadaan tidur nyenyak tanpa mimpi, yaitu sgl yg mengatasi pencapaian kesadaran. Intinya Om adalah suara Mula dr semua Suara, Om adalah Ibu dari semua Aksara.

Bija Mantra/Aksara Satu Bija mantra merupakan sebuah benih huruf. Ia merupakan sebuah mantra yg amat ampuh. Setiap Dewata memiliki Bija-Aksaranya sendiri2. Yang terhebat dr semua Bija Mantra adalah OM atau Pranava, krn Ia merupakan simbol dr Para Brahman atau Paramatman sendiri. Biasanya sebuah Bija Mantra mengandung sebuah aksara tunggal. Kadang2 tersusun atas beberapa suku kata. Umpanya , Bija Mantra "KAM", memiliki huruf tunggal dgn anuswara atau candrabindu, yg membentuk pangakhiran dr semua Bija Mantra. Dalam Candrabindu, Nada dan Bindu bercampur jd satu bersama2. Beberapa Bija Mantra tersusun atas gabungan huruf2, spt mantra"HRIM", Bija Mantra memiliki suatu makna dalam yg berarti dan sering tidak membawa suatu arti pd permukaannya. Artinya sangat halus, dan bersifat mistis.

Bentuk dari Bija Mantra, merupakan bentuk dr Dewata yg dimaksudkan dgn Mantra tsb. Beberapa contoh Bija Mantra: Bija Mantra utk Panca Maha Bhuta; Akasa-HAM, udara-YAM, api-RAM, air-WAM, dan tanah-LAM Bija mantra HAUM- dlm mantra ini, HA adalah Siwa. AU adalah Sadasiwa. Nada dan Bindu, maksudnya yg mengusir kesedihan. Dgn Bija Mantra ini Tuhan Siwalah yg hendak dipuja. Bija Mantra DUM- berasalh dr suku kata DA yg artinya Durga. U artinya melindungi. Nada berarti Ibu alam semesta. Bindu-kegiatan (pemujaan atau doa). Ini merupakan Bija Mantra utk Durga. Bija Mantra KRIM-dgn mantra ini KALIKA yg hendak dipuja, KA- adalah Kali, RA adalah Brahman, I adlah Mahamaya, Nada adlah Ibu alam semesta, dan Bindu adalah pengusr kesedihan. Bija Mantra HRIM-ini adalah mantra Mahamaya atau Bhuwaneswari. HA- artinya Siwa, RA- adlh Prakrti, I- artinya Mahamaya. Nada-ibu alam semesta. Bindu- pengusir kesedihan. Bija Mantra SRIM- ini merupakan Bija Mantra dr Mahalaksmi. SA-Mahalaksmi, RA-kekayaan, I- kepuasan/pemenuhan, Nada- Apara/Brahman yg terwujudkan atw Iswara, Bindu- pengusir kesedihan. Bija Mantra AIM-ini merupakan Bija Mantra dr Saraswati. AI-Saraswati, Bindi- pengusir kesedihan. Bija Mantra KLIM-merupakan Kamabija. KA- penguasa keinginan/ Kamadewa. KA- juga dpt diartikan Krshna. LA- artinya Indera, I- pemenuhan /kepuasan, Nada dan Bindu- yg memberikan kebahagiaan dan kesedihan. Bija Mantra HUM- dlam bija ini HA-Siwa, U-Bhairawa, Nada-yg tertinggi, Bindu- pengusir kesedihan. Bija Mantra GAM-ini adalah Ganesa, GA-ganesa, Bindu-pengusir kesedihan. Bija Mantra GLAUM- ini jg bija mantra Ganesa. GA-ganesa, LA-meresapi, AU- semarak atau cemerlang, Bindu- pengusir kesedihan. Bija Mantra KSRAUM-merupakan bija mantra Narasimha. KSA-Narasihma, RA- Brahma, AU- dengan gigi yg mengarah ke atas, Bindu-pengusir kesedihan. Bija Mantra HRAM HRIM SAH- Hram-ayah illahi, Hrim-Ibu Illahi, Sah-Tuhan; hormat kepada ayah akasa-ibu pertiwi dan Tuhan/Surya.


Tri Logi MAHABARATA

Dalam episode Bharatayuda, didalamnya terdapat kisah Bhagawatgita yaitu kisah awal dari Bharatayuda ketika Arjuna merasa sangat tidak bersemangat untuk berperang melawan Kurawa dikarenakan musuh yang dihadapi masih saudara sendiri bahkan diantara musuh yang harus dihadapi adalah para sesepuh yang sangat dihormati yaitu Resi Bisma, Pendita Durna dll. Arjuna merasa kenapa harus berperang untuk memperebutkan kerajaan, kalau perlu biarlah Kurawa menguasai kerajaan. Sri Kresna memberikan nasihat kepada Arjuna bahkan terpaksa memperlihatkan wujud Wisnu yang sebenarnya untuk meyakinkan Arjuna bahwa : Peperangan Bharatayuda bukan sekedar perang melawan saudara sendiri tapi adalah peperangan suci yang harus dilaksanakan oleh Ksatria Utama sebagai dharmanya / kewajibannya untuk melenyapkan keangkaramurkaan dan kebatilan dimuka bumi. Sri Kresna kemudian juga mengajarkan kepada Arjuna makna hidup, asal kehidupan, dan akhir kehidupan yang mengalir dalam perwujudan Wisnu yang sebenarnya yang dituliskan dalam kisah Bhagawatgita (yang juga menjadi salah satu kitab suci pemeluk agama Hindu). Dalam interpretasi perang Bharatayuda dalam kisah wayang purwo/kulit banyak versi sesuai dengan peresapan masing-masing penggemar ataupun pengamat wayang purwo / kulit yang pada hakekatnya bisa dikatagorikan dalam simbolik berupa perubahan yang bersifat micro (dalam diri manusia sendiri) dan perubahan yang bersikap macro (dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara).

Arti simbolik yang bersifat micro (dalam diri manusia secara individu) Pengertian simbolik perang Bharatayuda dalam diri manusia adalah peperangan dalam diri manusia dalam rangka mengatasi dirinya antara perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk. Adalah peperangan yang tiada henti selama hidup dari seseorang sebagai individu untuk mencari nilai budi luhur dan melaksanakan dalam tindakan nyata sehari-hari yang melawan pengaruh buruk yang bersifat kesenangan yang bisa merusak diri dan lingkungannya.


A. Bharatayuda sebagai simbol pertarungan / pergulatan etika baik dan buruk dalam diri manusia: Peperangan dalam diri manusia adalah hakekatnya perang saudara, karena apabila manusia menginginkan sifat baik yang terpancar dalam kehidupannya dia harus berani membunuh sifat buruk dalam dirinya yang berarti membunuh sebahagian dari dirinya.

Betapa sakitnya seseorang yang harus membunuh sifat dalam dirinya yang bersifat kesenangan yang merusak seperti ma-lima (lima M) yaitu (madon, madat, maling, main, mabuk yang artinya madon berarti - kesenangan dengan wanita/ sex diluar pernikahan, madat - kesenangan dengan candu / ganja / ecstacy / heroin / ataupun sejenisnya, maling - kesenangan memiliki hak / kepunyaan orang lain, main - kesenangan berjudi, mabuk - kesenangan minum minuman keras). Kalau seseorang sudah terlanjur mempunyai kesenangan seperti tadi yang merupakan sifat buruk dalam dirinya, seseorang memerlukan sikap sebagai Arjuna yang harus berani melakukan perang Bharatayuda, untuk membunuh sebahagian dari dirinya yang bersifat buruk, betapa hal itu sangat berat dan terasa menyakitkan. Dan apabila sifat Ksatria Utama yang memenangkan peperangan dalam diri seseorang,dia mampu mengatasi dirinya untuk tidak berbuat yang kurang terpuji dan berbudi luhur dalam perbuatan nyata untuk dirinya maupun untuk masyarakat sekelilingnya. Kemenangan dalam peperangan ini sebetulnya perubahan yang nyata dari sifat manusia tersebut dari manusia yang kurang terpuji sifat2-nya menjadi manusia yang terpuji sifat2-nya.

B. Bharatayuda sebagai simbol cara kematian seseorang sesuai dengan karma/ akibat perbuatannya: Dalam kehidupan seseorang selalu diuji keberpihakan-nya terhadap nilai-nilai budi luhur atau kecenderungannya terpengaruh oleh perbuatan buruk. Dalam masyarakat modern yang makin heterogen dan dengan makin terbukanya pengaruh2 berbagai budaya dari luar kadang2 agak sulit untuk mengenali dengan cepat dan mengambil garis lurus ataupun garis pemisah antara perbuatan etika moral yang terpuji maupun yang kebalikannya yang kadang agak sulit bagi kita menarik garis hitam putih. Tapi kalau kita mengkaji lebih lanjut kisah / lakon dalam wayang purwo/kulit hal tersebut bukan sesuatu yang tidak terdeteksi dalam kisah tokoh2-nya yang selalu bergulat dalam perbuatan yang terpuji maupun kurang terpuji bahkan terhadap tokoh2 yang di-ideal-kan seperti tokoh Pendawa Lima dan Sri Kresna. Hal ini adalah suatu indikasi alamiah ketidak sempurnaan manusia. Wayang purwo / kulit mengajarkan suatu budaya yang sangat bijaksana berkaitan dengan ketidak sempurnaan manusia dengan menciptakan tokoh punokawan yaitu Semar, Petruk, Gareng, Bagong yang selalu memberikan peringatan terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh para raja dan ksatria. Kalau punokawan ini secara simbolik diartikan sebagai rakyat dan inilah secara nyata sistem demokrasi dimana kelemahan dan ketidaksempurnaan manusia dicoba diatasi dengan melaksanakan sistem yang saling mengingatkan (check and balance ataupun social control) antara pihak pimpinan / raja, para ksatria, sistim peradilan, dan rakyatnya. Sistem ini menuntut semua pihak rela menerima koreksi / kritik dari pihak yang lain, dan budaya wayang purwo/kulit memberi contoh yang gamblang bahwa Semar maupun punokawan selalu mengingatkan raja / ksatria yang peringatannya / kritiknya diterima dan diperhatikan oleh raja dan para ksatria.

Beberapa contoh kisah pewayangan yang menggambarkan ketidak sempurna-an sifat2 dari tokoh yang dianggap sebagai tauladan :
1. Yudistira/Puntodewo yang terkenal kejujurannya dan kebijaksanaannya sebagai seorang raja ternyata dia mempunyai kelemahan
yang sangat fatal yaitu kesenangannya dengan judi yang kelemahan tersebut dimanfaatkan oleh Kurawa dengan arsiteknya Patih Sengkuni sehingga membawa kesengsaraan keluarganya bahkan sampai dengan negaranya, saudara2-nya, bahkan istrinya - Dewi Drupadi - dipakai sebagai barang taruhan dan sempat sangat dipermalukan didepan umum oleh Dursasono - salah satu dari Kurawa, dan akhirnya membawa Pendawa Lima harus menjalani hukuman dibuang ditengah hutan selama duabelas tahun dan melakukan penyamaran selama satu tahun.
2. Arjuna yang sangat pandai dan sakti ternyata punya kelemahan terhadap wanita yang membawanya dia terkenal kalau dengan istilah sekarang sebagai Don Yuan (biarpun beberapa pakar pewayangan hal ini diartikan sebagai simbol kegandrungan Arjuna akan ilmu pengetahuan sehingga dia selalu berguru kepada Bhegawan dan mengawini anak perempuannya yang diartikan / disimbolkan sebagai menguasai ilmu dari sang Bhegawan).
3. Sri Kresna yang terkenal bijaksana dan dikatakan sebagai titisan Wisnu ternyata kurang mampu mendidik anaknya dan terlalu
memanjakan anaknya yang akhirnya membawa pada karma kematiannya melalui seorang pemburu yang tanpa sengaja memanah kakinya - yang anak panahnya berasal dari perbuatan / kesombongan anaknya Samba (Mohon ber-hati-hati bagi yang merasa menjadi raja - dan saya tidak yakin kalau beliau membaca Internet, dan saya yakin bahwa pembantu2 dekatnya pasti ada yang membaca Internet dan pasti tidak berani mengingatkan sang raja - dan yang memanjakan anak2-nya menjadi orang yang serakah dan angkara murka bahkan Sri Kresna yang titisan dewa tidak bisa lepas dari karma akibatnya).
Contoh2 diatas masih bisa diperpanjang dengan tokoh2 seperti Abimanyu (anak Arjuna) yang membohongi istrinya, Gatutkaca (anak Werkudoro) yang memunuh pamannya sendiri, Resi Bisma yang membunuh wanita yang mencintainya, Prabu Salyo yang membunuh mertuanya, dan yang lain2-nya yang pada suatu saat dalam kehidupannya pernah melakukan perbuatan yang kurang terpuji yang balasan karma dari perbuatan buruknya terjadi pada perang Bharatayuda dan ini menjadi suatu interpretasi simbolik lainnya dari makna perang Bharatayuda secara micro (pada individu) yaitu : peperangan terakhir dari manusia menghadapi karma hidupnya, yaitu cara kematiannya adalah cermin dari seluruh cara dan perilaku seluruh kehidupannya baik ataupun buruk. Arti simbolik yang bersifat macro (dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara)

Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara manusia sebagai individu juga selalu diuji keberpihakan seseorang terhadap kelompok yang punya nilai2 luhur dan kelompok yang cenderung terpengaruh oleh perbuatan buruk. Dalam masyarakat modern yang makin heterogen dan dengan makin terbukanya suatu negara dari pengaruh-pengaruh berbagai budaya dari luar sebagai suatu dampak globalisasi kadang2 agak sulit untuk mengenali dengan cepat dan mengambil garis lurus ataupun garis pemisah antara kelompok2 yang memperjuangkan suatu etika moral yang terpuji maupun yang kebalikannya. Kalau melihat contoh2 seperti Yudistira /Puntodewo, Arjuna, dan Sri Kresna seperti tersebut diatas jelas bahwa sebagai manusia mereka tetap mempunyai sifat alamiah tentang ketidak-sempurna-an manusia. Walaupun secara umum atau bisa juga dikatakan bahwa sebagian besar perilaku yang diperbuat bisa dijadikan contoh walaupun tidak lepas dari cacat dan cela. Dengan segala cacat dan cela sebagai individu, secara kelompok mereka mempunyai suatu ciri utama yaitu mengemban tugas Pemimpin maupun Ksatria Utama yang harus selalu menegakkan kebenaran dan memerangi kelompok yang angkaramurka. Dan dari zaman ke zaman selalu saja akan muncul seorang Pemimpin yang memimpin kelompoknya untuk memerangi kezaliman yang merugikan masyarakat/rakyat banyak ataupun pihak2 yang lemah dan tak berdaya. Dan nyata2 bahwa setiap Pemimpin akan mengalami dilema seperti Arjuna yang ragu2 untuk menjalankan perannya untuk menegakkan kebenaran apabila yang dihadapi adalah para Pimpinan bangsanya sendiri, bahkan diantaranya adalah para tokoh yang dihormati seperti Resi Bisma, Adipati Karno yang oleh keterikatan historis (walaupun sebetulnya mereka tidak sependapat dengan kelakuan Duryudono sebagai raja kelompok Kurawa) ataupun dengan sejuta alasan lainnya berpihak kepada yang tidak benar. Dan perang Bharatayuda adalah simbol peperangan yang mungkin bisa timbul didalam masyarakat apabila muncul kelompok yang menjunjung tinggi etika berbudi luhur yang melaksanakan perang suci menghadapi kelompok yang zalim dan angkaramurka agar terjadi perubahan yang nyata menuju suatu tata masyarakat yang lebih baik. Bahwa pada akhirnya Pendawa Lima memutuskan untuk melaksanakan suatu perang Bharatayuda bukanlah suatu proses atau keputusan yang mudah, Pendawa Lima secara nyata telah menjalankan usaha mencegah agar perang Bharatayuda jangan terjadi dengan misi perdamaian - yang terakhir adalah lakon / cerita Kresno Duto yang mengutus Sri Kresna untuk menyelesaikan masalah secara damai yang akhirnya malah menimbulkan kemarahan yang sangat dari Sri Kresna yang hampir saja menghancur-luluhkan seluruh kerajaan Hastinapura. Secara simbolik bisa diartikan bahwa kezaliman dan keangkara-murkaan itu semacam candu/ecstacy, sekali kita didalamnya sulit kita bisa dengan mudah menjadi sadar dengan sendirinya, harus ada pihak2 yang berani memerangi dan menghancurkannya.


Diceritakan bahwa perang Bharatayuda adalah perang yang gegirisi atau sangat menakutkan -tidak ada satupun perang yang tidak menakutkan yang akan meminta banyak korban-dimana akhirnya semua seratus Kurawa dan segala Ksatria yang membantunya habis terbunuh, juga dari sisi Pendawa Lima tidak ada anak2 Pendawa Lima yang bisa lolos dari maut. Kemenangan dari Pendawa Lima harus dibayar sangat mahal walaupun akhirnya Hastinapura bisa menjadi negara yang adil makmur setelah segala keangkamurkaan Kurawa bisa dimusnahkan. Jer basuki mawa bea adalah suatu pepatah Jawa yang artinya - untuk mencapai suatu tujuan selalu ada beayanya.


Kesimpulan


Indikasi masyarakat Indonesia saat ini sangat memprihatinkan yaitu suatu kondisi yang apabila tidak dicermati ataupun disadari terutama oleh pendukung Orde Baru - dikarenakan posisinya yang memegang kekuasaan dan kekuasaan apabila berciri angkaramurka sama dengan ketagihan candu / ecstacy yang punya ciri: sekali kita didalamnya sulit kita bisa dengan mudah menjadi sadar dengan sendirinya - yang bisa menimbulkan suatu situasi radikal para kelompok yang merasa terpanggil untuk melaksanakan pembaharuan yang bisa mengidentifikasikan ebagai kelompok moralis / kelompok pro-demokrasi menghadapi pemerintahan yang zalim yang telah menjalankan Pemilu yang tidak adil, pemerintahan yang penuh korupsi dan kolusi, yang tentaranya menembaki rakyatnya sendiri, melakukan manipulasi undang2 dan peraturan yang menguntungkan kelompoknya, yang anak-anak sang pemimpin ikut campur dalam urusan berusaha dan bernegara seperti layaknya pangeran2 kerajaan dsb. Lambat atau cepat apabila tidak diatasi secara bijaksana bukan sesuatu yang tidak mungkin bisa terjadi perang Bharatayuda dibumi kita tercinta, walaupun kita semua tidak menginginkan, dan adalah sangat alami barangkali juga sebagai hukum alam bahwa selalu akan muncul kelompok moralis yang dengan segala resikonya untuk memerangi pihak yang dianggap menyimpang dari tindakan yang jujur dan terpuji dari waktu ke waktu.


Tulisan ini dibuat dengan maksud agar tercapai suatu Pemerintahan (siapapun yang melaksanakan) yang berorientasi sepenuhnya untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat secara luas.

Minggu, 14 November 2010

KU TULISKAN

Selantunan adzan subuh.
Mengalun indah dengan nada yang sangat harmoni.

Sebait lagu Tuhan di hari Minggu
Menghantar bait yang tiada lekang oleh kesedihan

Senyaring suara genta disaat sang Hyang Surya menapakkan sinarnya
Menghantar segala isi alam menuju pada bait kehidupan.

Sejalan dengan Takdir sebuah gong akan ke esa an diperdengarkan
Gong Bodhidharma di lantunkan oleh jiwa dengan harmoni raga.


Hai ragaku apa khabarmu hari ini ?
Ku harap kau baik-baik saja, dan tampaknya kau sangat bergizi hari ini.
Kulihat betapa bersihnya kulitmu, sangat terawat kuku-kuku mu bahkan kuku jari kakimu pun terlihat sangat bersinar.
Heeyy, ada yang baru kulihat dari gaya rambutmu, tampaknya kau memberikan sentuhan dengan cat rambut berwarna-warni.
sungguh indah bibir yang terawat, kau poles pula dengan pelembab, sangat sempurna.
Semua anggota tubuhmu kau rawat dengan sangat teliti kau jadikan alat untuk Ku untuk melangkah kemana saharusnya aku.
Kau berikan kemanjaan pada ragaku karena kau tahu jika aku ada di dalam raga ini.

Oh, aku hampir melupakan sesuatu padamu....
ingatkah kau waktu kita masih di dalam kantong rahim, kita selalu bercerita,
kita selalu merencanakan sesuatu yang hebat, ingatkah jika kita selalu ingin bersama ?
ingin mengarungi kehidupan ini dengan ku, -ia- menyatu dengan ku... menjadi satu aku dan kamu ... JIWA DAN RAGA...

Ku tuliskan ini pada mu melalui jari-jarimu dan ku ijinkan matamu melihatnya sehingga kaupun akan berucap di bibirmu jika kita satu, -ia- kita satu... DAN PIKIRAN TOLONG DONG KATAKAN JIKA KITA SATU.....



By. Tj. Heart.

JANGAN DIBACA !!!



Belum terlampat untuk clic tombol kembali, karena catatan tidak untuk dibaca.
Jika sampai juga meneruskan membaca jangan salahkan tj, karena catatan ini hanya sepenggal dari sebuah guratan hati.

Tinggal di Indonesia, sudah dirasakan dari 32 tahun, hampir menduduki peringkat kata manuli (manusia umur lingsir). Jika melihat kebelakang yang namanya Ormas paling banter jaman saya seputar politik dan ujung-ujungnya uang. Tapi saat ini ORMAS sudah memakai bendera Agama, lambang kitab suci, berkiblat pada tugu Rasa yang masih Saru. Front Pembela Itik yang menggumpal dihati. Mengapa ada yang membela Itik? Mengapa tidak front pembela Perawan paling tidak pembela kelaminnya wanita. Dengan argument pada kiblat, membuat seruan baru dimata publik, membina manusia pada ahlak yang sesuai dengan syariat, sesuai dengan kaidah. Isi didalmnya hanya bajingan berjenggot kambing, bajingan yang tobit, bukan tobat, merusak fasilitas umum, mengumandangkan nama Tuhan pada tiap pukulan pada tiap hantaman, meneriakkan yel-yel arab dan menggunakan suku bahasa yang bisa bikin lidah ente kelu dan kaku, karena itu bukan bahasa ane!

Teriakannya hanya membuat masyaraat pencinta kedamaian mengkeret, menuliskan pada headline hanya berita secukupnya, mainnya keroyokan padahal hatinya penuh kesunyian penuh gatal dan biang keringat. Main sikut masuk ke dalam sistem pemerintahan, menempatkan orang2nya dijajaran kabinet sampai jajaran preman jalanan.

Ormas yang tidak akan pernah layu karena selalu dirayu oleh setan penghisap darah perawan, setan demit dan jin yang mendiami pabrik susu dan pabrik tempe, menberikan jatah sperma untuk dihisap sebagai alur kebangkitan Ormas, sebagai sarana dan prasaranyanya tidak cukup sayur bening atau lodeh namun paha bening dan juga kacang cinapun diterima. Mobilisasi bergerak tajam karena inilah preman masa kini preman bertasbih dengan julukan CowBoy Soleh membangun kumpulan,membela rumah-rumah Tuhan yang dilayani oleh para wanita lanjut usia yang hipersex....
ohhh gusti, tidakkah ada kesempatan bagi hamba untuk melukiskan lebih banyak lagi tentang FPI!!? Dan jika ditanya dia si ekor putih berkokok panjang, jika pemerintah tidak mampu maka kami akan mengambil alih, wah kata kudeta seperti ini ternyata sah dinegeri Indonesia Raya, sah di jembatan yang dibangun dengan peluh dan keringat leluhur. Dan yang mengherankan kenapa ente tidak pukulin tuch para ustadz yang bajingan dan berlagak soleh tapi belum disunat bathinnya, sunat hanya lahirnya, sunatmu belum sah!

Anak-anak bangsa yang masih perjaka dan perawan saya sayangkan jika perjakamu hanya sebagai hiasan tangan namun belum sempat mengerti arti besarnya para perjaka2 yang telah gugur membela tanah air demi kebebasan beragama! Dan engkau perawan, sangat hinalah kamu jika kau serahkan selaput darahmu hanya untuk kepuasan cowboy soleh dan juga pria berkuncir hanya demi sebuah lingkaran tasbih yang diberi kondom, diberi pengaman agar terlihat masih suci tapi telah lama tidak pernah dicuci dan diganti, hanya akan meberikan bangsa ini perawan-perawan yang berpenyakit multisexual, lihat dan rasakanlah lagu selendang biru, lagu kopral jono, dimana seorang perawan merindukan dan menyerahkan bibir vaginanya untuk seorang pembela tanah air.

Perjaka dan perawanku Tundukkanlah dirimu, ambillah cermin dan mulailah bercermin dari selangkangan. Untuk melihat jika dari dirimulah akan menjadi tunas FPI atau tidak!!!
Pilihan ada di tangan MU!

FPI, (Front Pembela Itik)

INDONESIA YANG BERCERMIN PADA “BHAGAWAD GITA” (DIALEKTIKA SPIRITUAL)

Kita semua memuja Tuhan yang sama. Perbedaan konsepsi dan pendekatan ditentukan oleh warna lokal dan adaptasi sosial. Semua manifestasi terarah pada Yang Ilahi yang sama. “ Wisnu adalah Siwa dan Siwa adalah Wisnu dan siapapun yang menganggap keduanya berbeda akan terjerumus dalam dialektika personal. Dia yang disebut Wsnu adalah Rudra dan Dia yang adalah Rudra adalah Brahma. Satu entitas berfungsi sebagai tiga dewa, yaitu Rudra, Wisnu, Brahma.
“ Yang dipuja pengikut Dewa Siwa sebagai Siwa, para pengikut Dewa Brahma sebagai Brahma, para pengikut Budha sebagai Budha, Naiyyayikas yang mengkhususkan diri pada kanon pengetahuan sebagai agen utama, para pengikut kitab Jaina sebagai kebebasan tertinggi, para ritualis sebagai prinsip hukum, semoga Yang Agung Hari, Tuhan penguasa ketiga alam, mengabulkan doa kita; (Udayanacarya).
 
Andai ia menulis pada zaman ini, ia pasti menambahkan “ yang dipuja Umat Kristen sebagai Kristus dan umat Islam sebagai Allah.“ Tuhan adalah pemberi rahmat semua orang yang bertekun mencari-Nya, apapun pandangan tentang Tuhan mereka. Mereka yang secara spiritual kurang matang takakan mau mengakui Tuhan selain Tuhan mereka sendiri. Kelekatan mereka pada pernyataan iman (credo) membutakan mereka pada keutuhan Tuhan yang lebih luas. Ini adalah egoisme di ranah agama.

Dialektika Spiritual dengan Jalan Pengetahuan (Jnana Yoga)
(Bhagawad Gita Bab 4; Jalan Pengetahuan) 

 

Sribbhavan Uvaca
(1) Imam vivasvate yogam
Proktavam aham avyayam
Vivasvam manave praha
Manur iksvakave ‘bravit

Sri Begawan Berkata :
Yoga yang abadi ini Ku sabdakan kepada Wiwaswan.
Wiwaswan mendedahkannya kepada Manu dan Manu menyampaikan kepada Ikswaku.



(2) Evam paramparapraptam
Imam rajarsayo viduh
Sa kalene ‘ha mahata
Yoga nastah paramtapa

Dengan demikian diteruskan turun temurun kepada para resi istana sampai dalam rentang waktu yang sangat panjang hilang lenyap di dunia ini.

Yang dikatakan sebagai Rajarsayah ini adalah para resi istana, Rama, Krisna, dan Budha adalah para pangeran yang mengajarkan kebijaksanaan tertinggi ini. Dalam rentang waktu yang sangat panjang. Dalam perjalanan waktu, ajaran kebenaran ini akan memudar. Para guru besar lahir ke dunia untuk memperbaharui iman demi kesejahteraan umat manusia.

Sebuah tradisi yang dikatakan otentik jika membangkitkan tangapan yang memadai pada realitas yang direpresentasi. Dikatakan valid jika menggairahkan dan menggetarkan pikiran. Ketika tradisi gagal menjcapai tujuan-tujuan itu, para guru akan bermunculan untuk menghidupkannya kembali.
Para guru yang bermunculan pada zaman inipun sudah semestinya di kelompokkan menjadi tiga bagian dimana ada guru yang terpengaruh atas sebuah dialektika tanpa pernah memperaktekkan segala kajian yang diperoleh atas keadaan pribadinya, dapat dikatakan masih terpengaruh oleh (Rajas-Tamas) dan hal ini dikatakan beliau merupakan seorang guru yang Wacika. Guru yang berpedoman pada alur pikir dan konseptual tanpa memandang tinggi dan rendah daripada kemampuan muridnya dan memakai ukuran pada dirinya sendiri ini pun masih dikatagorikan sebagai Guru Manahcika, sedangkan guru yang sudah melaksanakan segala kemampuan dalam dirinya dan hanya berdiam disaat krisis seperti sekarang ini, serta mencari keamanan hanya untuk diri sendiri tanpa mau memngerti urusan lain termasuk dalam guru kayika.
Guru yang dimaksud dalam Rajasayah adalah guru yang telah “mengetahui” dan menyaksikan langsung atas apa yang dijadikan dealektika dalam kehidupan. Itulah yang dikatakan sebagai “Upanisad.”


(3) Sa eva ‘yam maya te ‘dya
Yogah praktah puratanah
Bhaktre ‘si me sakha ce ‘ti
Rahasyam hy etad uttamam

Sekarang, yoga pengetahuan kuno yang sama. Kudedahkan kepadamu, karena engkau adalah pengikut dan sahabatku, dan inilah rahasia yang utama.

Yogah Puratanah : Yoga kuno. Sang guru mengatakan bahwa ajaran yang ia dedahkan tidaklah baru. Ia hanya menyatakan kembali ajaran kuno, kebenaran abadai, yang diturunkan para guru kepada muridnya. Ajaran ini adalah pembaharuan, penemuan kembali, pemulihan kembali pengetahuan kuno yang telah lama terlupakan. Semua guru besar, seperti Buddha Gautama dan Mahawira, Sri Radhakrisna, dengan tegas mengatakan bahwa mereka hanya mengajarkan kembali ajaran guru-guru mereka.
Milindapanha menjelaskan bahwa Buddha hanyalah membuka kembali jalan kuno yang telah lama terlupakan. Ketika Buddha kembali kepada ayahnya di ibu kota kerajaan dengan pakaian pengemis dengan mangkuk pengemis, ayahnya bertanya “ ada apa ini sebenarnya ? “ Dan jawaban Buddha; “ayahda, ini adalah adat kebiasaan bangsaku.” Terkejut dengan jawaban itu sang ayah bertanya, “ Bangsa apa ?” dan jawab Buddha :
“ Para buddha yang telah ada dan akan selalu ada; demikianlah aku dan yang mereka dulu lakukan, sekarang aku lakukan, semua ini, yang sekarang ada di hadapan ayahanda, telah ada sejak dulu. Sehingga di depan pintu gerbang istana, sang raja dengan pakaian kebesarannya. Harus menemui putranya, sang pangeran mengenakan pakaian mempercayainya.“
 
Para guru agung tidak akan mendaku diri sebagai sang pertama, tapi mengatakan bahwa mereka mendedahkan kembali kebenaran kuno- yang adalah kebenaran utama, kebenaran yang digunakan untuk menilai semua ajara, sumber kebenaran abadi semua agama dan filsafat., filsafat abadi, sanatana dharma.Inilah yang disebut sebagai ”kebijaksanaan yang tidak pernah diciptakan, tapi ada sekarang, seperti dahulu dan selama-lamanya; (Agustinus).”
 
Bhaktre ‘si me sakha ce ‘ti; engkaulah pengikut dan sahabat-KU. Pewahyuan tak pernah berhenti. Selama hati manusia menunjukkan bhakti dan persahabatan, Tuhan akan menunjukkan rahasia-rahasia-Nya. Sejauh hati kita jujur dan merindukan kehadiran-Nya pewartaan diri Yang Illahi akan selalu mungkin. Pewahyuan yang illahi tak pernah menjadi peristiwa masa lalu; pewahyuan ini akan selalu terjadi. Pewahyuan ini tidak hanya milik segelintir manusia, tapi seluruh umat manusia. “ semua orang yang mencintai kebenaran mendengarkan suara-Ku,” katanya Yesus kepada Pilatus.
 
Dari apa yang telah dipaparkan dalam bait Bhagawad Gita, esensi yang didapatkan menjadikan kita sadar jika langkah yang telah di tetapkan seorang Founder Bangsa yaitu Bung Karno, sangat mendasari semangatnya dalam menemukan dasar atas Faham yang tercantum dalam Pancasila.
 
Panca Sila, dimasukkan suatu Power Religius yang tidak akan pernah terputus, tidak akan pernah terlapukkan oleh perkembangan jaman. Dalam setiap Sila diajarkan pada bangsa yang telah tertanam etika rteligius, bangsa yang telah didasari oleh pondasi agamais bahwa Tuhan satu adanya dan semua telah dijarkan secara turun temurun oleh para Guru-guru yang telah menyaksikan kebenaran, yang telah menerima Smerti atau wahyu.
Filsafat Pancasila dari Bung Karno berdasar Emansi; berkali-kali beliau berkata dan menulis dengan tidak bosan-bosannya, akan pendapat seorang yunani bernama Heraclitos: pantarei ; semua mengalir. Kata-kata ini tepat sama dengan yang diucapkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia, Pangeran Siddarta Gautama ANITYATA; semuanya mengalir, tiada yang berhenti. Heraclitos dan Eyang Siddarta adalah kontemporer, diperkirakan 500 th SM.
 
Dasar seorang Eyang Siddarta pun merupakan cermin dari apa yang diajarkan oleh seorang penulis Bhagawad Gita. Mpu Bagawan Biasa atau Wyasa mengalirkan aliran sungai spiritual dengan konsep yang sangat jelas, yang mampu membentengi sebuah bangsa, membentengi seluruh kehidupan Negara, dengan jelas di ajarkan jika seluruh manusia menjadi insan spiritual dengan jalan berkarya dengan dasar kemapuan diri dan inilah yang dilihat oleh Bung Karno,dalam pidatonya “Indonesia baru sampai di gerbang kemerdekaan.” Indonesia yang di landasi dengan cara berpikir dan berkarya demi keutuhan Negara Republik Indonesia yang dengan berbagai macam keragaman. Bukanlah satu Negara yang dengan cara berpikir agamais yang akan memecah belah kehidupan berbangsa dan bernegara.
 
Sekali lagi dibahas, arti kata Rajarsayah, para manusia utama yang mengajarkan asas kebajikan, asas ketakwaan dan menghasilkan kebijaksanaan tertinggi. Bukanlah tidak mungkin jika seluruh insan manusia menjadi seorang Rajarsayah, segala yang dilahirkan terikat oleh dosa, terikat oleh suba- asubha karma yang kuat, inilah yang dilihat oleh Bung karno dilihat dengan menambahkan garis tebal jika Bangsa Ini adalah Bangsa yang memiliki semangat membangun, semangat yang tidak akan pernah putus semangat yang dimiliki manusia utama, seorang Rajarsayah. Segala laku karma yang telah dilakukan pendahulu bangsa tidak lah diam semua berputar dalam subha-asubha karma, berputar dan memiliki kekuatan utuh, setiap bentangan tangan para pendahulu Bangsa akan dikuti pula oleh generasi berikutnya, generasi yang di tumpui tanggung jawab atas nama personal untuk membentuk diri dan membuka seluruh hati untuk dapat menerima seluruh kepingan jiwa seorang Rajarsayah.
 
Teori Satrio Piningit Sebagai Suara Pengharapan Rakyat

Bangsa Indonesia sangat kental dengan berbagai pandangan yang asimilasikan dengan budaya daerah setempat, berbagai cerita folkplor sampai dengan suatu fenomena personal mengahasilkan suara yang telah lama dipendam setiap personal dan membudaya, menghasilkan sugesti pada alam pengharapan, inilah yang ditembus dalam berbagai dialek spiritual menjadi pengharapan bentuk wujud atau ragawi. Perwujudan yang dapat diartikan sebuah momen dimana alam diyakini melahirkan seorang penyelamat, menghasilkan jiwa baru yang mampu mendobrak segala bentuk lama yang telah berlaku dikalangan masyarakat, dan menanamkan suatu laku yang dalam konteks positif behavior guna menjadi tuntunan baru dalam melangkah, inilah yang sering dikenal dengan sebutan titisan atau Satrio Piningit.
 
Bhagawad Gita dalam konteks Teori Titisan, adalah sebagai berikut :




Sribhagawan uvaca
(5) Bahumi me vyatitani
Janmani tava ca’rjuna
Tani aham veda savani
Ne twam vetta paramtapa

Sri Begawan berkata :
Aku telah menjalani sekian banyak kehidupan pada masa lalu, demikian juga engkau, O Arjuna; kesemuanya aku ketahui, tapi tidak demikian dengan engkau, O Ksatria yang ditakuti para musuh (Arjuna)


(6) Ajo ‘pi sann avyayatma
Bhutanam isvaro ‘pi san
Prakrtim svam adhisthaya
Sambhavamy atmamayaya

Meskipun (Aku) tak dilahirkan, dan diri-Ku tak bisa musnah, meskipun Aku adalah Tuhan segala mahluk, tapi Aku dengan segala sifat-Ku, aku membuat diriku telahir menjadi manusia dengan kuasa-Ku

Terlahir menjadi manusia tidak bersifat sukarela. Melalui kuasa prakrti, karena kebodohan atau ketidaksadaran, manusia terlahir dan terlahir kembali. Tuhan menguasai prakrti dan memilih terlahir kedunia dengan kuasa kehendak bebas-Nya sendiri. Kelahiran kembali ke dunia ditentukan oleh kuasa prakrti . avasam praktrer vasat, sementara Tuhan lahir kedunia melalui kuasa-Nya sendiri, Atmamaya.
Prakrtim adhisthaya; mencipta dengan kuasa-ku sendiri. Dia menggunakan kuasa-Nya tanpa mesti tunduk pada hukum karma. Dalam hal ini, tidak ada sama sekali kehendak menjadi manusia sekedar sebagai penampakan. Kelahiran sebagai manusia ini sungguh-sungguh realitas. Proses menjadi manusia ini merupakan proses aktual dengan kuasa-Nya, “ kemampuan mengubah yang tidak mungkin menjadi mungkin.”
Ini menunjukkan sebagai suatu eksitensi Tuhan yang maha sempurna yang mewujud menjadi manusia biasa dengan menjelma menjadi manusia yang rendah. Tuhan yang Maha Kuasa menjadi manusia yang lemah merupakan misteri alam semesta. Dari sudut pandang logis, semua ini adalah maya.
Rakyat Bangsa Indonesia yang dinyatakan telah berkembang dari masa ke masa selalu mengalami evolusi religius, walaupun itu sebatas dialektika semu, dan dipertegas kembali dan menjadikan patokan para penekun spiritual untuk kembali mencari jadi diri, dimana Tuhan pun akan kembali menurunkan diri-Nya dalam level yang sangat tidak mungkin dilakukan.
 
Teori titisan telah lama menjadi momok personal dalam dialektika spiritual, karena dalam suatu koridor agama yang mengklaim Tuhan merupakan satu yang absolut tiada yang lain, dimana Tuhan telah menurunkan wahyu kepada manusia, dan wahyu tersebut dipahami sempurna transenden. Tuhan dipisahkan dari manusia melalui jarak yang sungguh tidak dapat diukur. Inilah suatu dialektika yang tidak dapat dimengerti oleh masyarakat secara personal untuk menjawab kapan akan munculnya satrio piningit sebagai titisan. Karena teori ini akan terpotong dalam koridor manusia yang sebagai personal diri dengan Tuhan yang Maha Kuasa. Posisi manusia mengambil jarak teraman dalam memahami Tuhan adalah dengan menundukkan diri serendah-rendahnya, memposisikan diri sebagai hamba. Tanpa mengambil suatu dialektika lain selain memberikan diri dihampiri oleh Tuhan dan Tuhan menyapa manusia sebagai umatnya yang taat dan takwa.
 
Jelas personal mistis akan mengalami tembok pemisah antara hasil nurani dengan kajian relegius, hal ini lah yang disebutkan oleh sebagai manusia sebagai pengharapan pada suatu berhala, padahal sosok satrio piningit sangat menjiwai dan sebagai spirit masyarakat Indonesia dalam meraih suatu kemerdekaan, karena budaya pederitaan yang lama dialami menekan masyarakat spiritual untuk percayaan adanya seorang pembaharuan yang disebut sebagai titisan atau satrio piningit.



(7) Yada-yada hi dharmasya
Glanir bhavati bharata
Abbyatthanam adharmasya
Tada ‘tmanam srjamy aham

Ketika kebenaran mulai sirna dan kejahatan merajalela,
O Bharata (Arjuna), Aku akan mengutus diri-Ku sendiri (berinkarnasi)

“Ketika kebenaran memudar; dan kejahatan meningkat Tuhan yang Maha Kuasa, menciptakan diri-Nya sendiri.” Ketika terjadi ketegangan yang serius dalam kehidupan, ketika sebentuk materialisme yang merangsuk ke segala relung hati manusia, kehadiran, manifestasi kebijaksanaan dan kebenaran menjadi mendasar untuk menjaga keseimbangan. Yang Maha Tinggi, meskipun tak dilahirkan dan tak bisa mati, menjelma menjadi manusia untuk menghalau kebodohan dan sikap mementingkan diri sendiri.
 
Avatar berarti titisan, keilahian yang menitis. Yang Illahi turun kedunia untuk mengangkat manusia ke status yang lebih tinggi. Tuhan turun kedunia ketika manusia mencapai status yang lebih tinggi. Tujuan avatar adalah menata dunia baru, dharma baru. Dengan ajaran dan keteladanannya, ia menunjukkan bagaimana manusia bisa mencapai tingkatan kehidupan yang lebih tinggi. Masalah benar dan salah merupakan persoalan yang sangat penting. Tuhan berkarya di sisi kebenaran. Dharma akan mengalahkan adharma, kebenaran akan mengalahkan kebohongan; kuasa dibalik kematian, penyakit dan dosa akan dihancurkan oleh realitas –Ada-Budi-Kebahagiaan-

Secara literal, ­dharma berarti cara hidup. Dharma adalah sifat mengada mendasar yang menetukan cara bertindak. Sejauh tindak-tanduk kita selaras dengan sifat mengada yang mendasar itu, kita menjalani hidup yang benar. Adharma bersifat tidak selaras dengan sifat dasar kita. Jika keseimbangan antara dunia ini berdasarkan keselarasan semua mahluk dengan sifat dasar mereka, ketidakseimbangan dunia disebabkan karena ketidakselarasan semua mahluk dengan sifat dasar mereka. Tuhan tidak tinggal diam ketika kita menyalahgunakan kebebasan dan menyebabkan ketidakseimbangan. Dia tak hanya akan membawa kedalam tangan-Nya, mengembalikannya ke jalur yang benar, dan membiarkannya kembali berjalan sendiri. Tangan-Nya yang penuh kasih akan selalu membimbingnya.
 
Konsep dharma sangat jelas sebagai penuntun, penuntun terhadap cara hidup, kembali kita diingatkan oleh Begawan wiyasa jika dharma tiap individu yang beragam hanya dapat dinilai dari kesucian dari pada apa yang dilakukan-diucapkan-dipikirkan dan sebatas mana disebut sebagai suatu tindakan yang suci ? apa yang kita gunakan untuk tolak ukur, jelas yang dipesankan disini gunakan Tuhan sebagai stick yard sebagai Tolak ukur.

Jumat, 17 September 2010

KESADARAN VAGINA


Sudah lebih dari ribuan kata diucapkan, sudah jutaan umat yang mendengarkan, setiap pagi muncul di media, setiap kali ditanya keluarga jawaban Nabi yang keluar. sungguh elok dipandang mata, hingga wanita pun berucap sungguh bahagia jika aku mampu memiliki lelaki seperti dia walaupun bukan orang itu. Seakan bisikan itu bukanlah sekedar bisikan hati namun lebih dari bisikan sebuah vagina.

Diatas angin bertambah besar, kata pepatah, " tapi Tiidak Bagiku " katanya, aku orang yang tersadarkan aku orang yang mengerti jika semua yang dilimpahkan padaku merupakan karunia Tuhan semata, dan aku tidak lagi mampu berkata-kata hanya mampu menjalankan apa yang diperintahkannya ..

sungguh hebat (batin ku); "diperintah kan Nya?" kau seorang pelayankah,- iya- jika kau seorang pelayan tidaklah salah jika kau mengharapkan pujian atas apa yang kau kerjakan, tidaklah salah kau memperhitungkan hasil atas apa yang kau kerjakan, selalu kau berteriak aku -aku dan aku.

Pelayan membutuhkan energi ektra untuk melayani, menghabiskan pikiran dan juga tenaga, bahkan saat istri mu menyapa dan berharap kebasahan atas vagina nya, engkaupun sanggup berteriak, aku tak lagi mungkin mencurahkan dirikupada mu, karena aku pelayanan Tuhan. istri mu pun diam, dan hanya menghela nafas, dan vagina yang telah basahpun mengering seiring dengan ego menguasai mu, seiring dengan dalil dan dogma mu ingin menjadi seorang ketua pelayan.. "head of housekeeping"..untuk apa - ya jelas untuk nama dong untuk memoles topeng ku ini teriak batin mu tanpa engkau sadari.

Setelah itu kau pun akan merasakan diri semakin bersih-semakin suci ditengah segala yang kau peroleh dan yang menurut mu, karena kau pelayan Tuhan " ohh, my life is beatifull, teriak mu setiap kau berupaya dengan gigih untuk menjadi pemenang sebagai juru bicara Tuhan.

Seakan semua menjadi merdeka bagimu, urusan duniawi kau letakkan dipangkuan Tuhan, urusan Tuhan dan Hukum-hukumnya kau pikul dengan seenak.

Tidakkah ini terbalik, kawan .... kau makin menjauh lelaki ku.. kau bukan suami yang kucintai dulu.. kau bukanlah penghangat kasih kelembutan lagi... kau hanya dingin... tiada lagi kecupan hangat... permainan ranjang.. semua sudah tidak ada lagi.. semua hilang ... hanya karena kau menjadi seorang wakil Tuhan, hanya kau menjadi seorang Jubir tuhan.

Kau katakan semua yang kau lakukan benar, benar menurut siapa ?
Bukankah kebenaran hakiki hanya milik Tuhan, tapi Tuhan siapa ? Tuhan yang mana ?
sadarlah apakah kau harus kusadarkan dengan memperlihatkan keringnya vagina ku ?
sadarlah..... aku, hanya ingin kasih Tuhan bukan Tuhan yang menguasai yang penuh kuasa penuh kekerasan ..
sadarlah, jika aku, hanya ingin kau menjadi ABDI TUHAN, yang hanya mengabdi tanpa memperhitungkan hasil yang mengabdi dengan tulus iklas pada Keluarga, pada Istri, pada yang mencintai mu, karena kami lah umat Nya, karena kami lah- kau- merasakan ada Tuhan disisi mu....





By, Tj garing
Iijinkan aku untuk menjadi Abdi Mu.

SESEORANG SEDANG MENGAWASIMU ?

Bagus, ini adalah rahasria ganda.
Berpura-puralah baru menerima telpon dengan berita yang sangat bagus, mengejutkan, dan mengubah hidup! Ketika kau meletakkan gagang telpon, naikkan lengan tinggi-tinggi an gunjangkan dengan keras, kemudian lapbaikan tangan, seakan-akan baru melewati garis akhir dihadapan jutaan penggemar yang memujamu. Kaututup wajahmu dengan tangan, berusaha menahan kegembiraan yang meluap-luap, -tetapi tidak berhasil- kau sekali lagi mengangkat lengan tingi-tinggi sambil menggelengkan kepala seolah tidak bisa percaya. Engkau tersenyum lebar, menangis, dan sangat bahagia!

Ya! Hidup ini menakjubkan, dan engkau merasa sangat bersyukur !!!

*Paham?*

sekarang jika seseorang memergokimu mlakukan ini, katakan saja bahwa yang menelpon adalah peramal hewan peliharaan, dan mereka akan melupakan segala sesuatu yang mereka baru lihat.


NB: Tunjukkan pada Ku apa yang kau rasakan, ciptakan perasaan itu didalam diri, maka Aku akan mengatasi sistuasi- betapapun sepertinya mustahil-yang akan membantumu akan merasakannya lagi dan lagi dan lagi.

Tallyho*
rahayu...

Senin, 23 Agustus 2010

DIAM

Kayu selama beratus tahun tidak pernah bicara baik secara lisan atau pun tulisan, seingat ku, kayu memang diam. Dan sepengetahuan ku kayu tidak pernah berbicara.

Saat aku menyaksikan sebuah film kolosal, Lord Of The Ring, sekelompok kayu bisa berbicara, bisa bergerak, dan mampu memberontak atas apa yang menjadi perlakuan manusia.- Ia-kayu itu tidak seperti apa yg ku pahami, tidak seperti apa yang ku merti.

Dan tanpa kita sadari kelakuan kayu itu pun sering menjadikan kita mengikutinya, kelakuan diam dan berharap dari diam akan mendapatkan jawaban. Namun kita lupa jika maksud kayu itu diam bukan untuk mencari atau pun mendapatkan jawaban, kayu hanya diam, tidak meminta apa pun dari diam itu, Diam yang tulus dan ikhlas, bukan diam yang diliputi dengan keraguan, bukan diam yang diliputi dengan amarah. Hanya Diam titik.

Saat kita diam ada yang mengartikan dengan positif dan berkata coba meditasi-coba kesadaran, dan dalam diam kita berhalusinasi dengan puluhan tata cara meditasi, kita pun berasumsi jika langkah alam lah yang kita ikuti, maka peluang kesadaran akan bangkit, untuk apa?, untuk kesadaran, lalu? untuk kebahagiaan. Dan berbagai macam kata "untuk" telah menjerat kita, berbagai macam bentuk ikatan baru yang halus makin halus menjerat kita.

Alam tidak diam untuk sesuatu apa pun, kayu tidak diam untuk sesuatu apa pun, semua diam dalam diam mengembalikan segala kebisingan mengembalikan segala kekacauan dan menjadi diam yang ikhlas, diam yang tanpa rasa dan rupa, diam yang meditatif, yang alami tanpa ada alasan untuk diam itu sendiri.


By.Tj,lagi diam.

Sentuhan Kelembutan Mu



Tiada lain yang kutemukan

Rasa takut yang sangat

Selain takut kepada Mu,

Karena kesadaranku akan perbuatan yang salah.

Itulah sentuhan terlembutmu yang kurasakan saat ini.




sumber : JIWA YANG LELAH ; Dwi Rahayuningsih.




" Rasa takut, bukanlah merupakan suatu SUASANA, dimana akan dapat dibuat berubah-ubah dengan bantuan orang lain, Namun rasa takut disini merupakan suatu SIKAP, sikap yang hanya mampu disadari dan menyadari, disaat kemampuan ini tumbuh maka muncullah kesadaran. Untuk apa kesadaran ini? Tidaklah lain untuk memberikan pelayan sebagai seorang abdi Tuhan, kesadaran untuk memberikan karya yang tanpa pamrih dan tulus iklas". Seperti seorang ibu yang dengan lemah lembut memberikan peringatan pada anak, tentu itu bukanlah suatu sikap peringatan. Saat memberi peringatan walaupun dengan kata-kata yang keras, namun keras yang dengan ketulusan, keras yang iklas, tanpa embel-embel tanpa formalitas jika menginginkan ibu dipandang orang galak, tanpa keinginan agar anak bisa menurut, namun keras yang penuh kesadaran, penuh dengan pengabdian, "ya rabb, saat ini hamba berkata keras, namun berikanlah hamba kesadaran atas apa yang hamba katakan."



Disaat kesadaran menjadi pondasi kita, disaat itulah apa yang salah-benar, baik-jahat, tidak lagi berdiri bersebrangan, namun telah berada pada sisi cinta kasih, sisi kelembutan, sisi feminim.



Di tambahkan menurut pengertian saya (Tj) atas pemahaman karya yg indah ini.