Selasa, 28 Desember 2010

ARTI KATA NUSANTARA

Boedak Satepak 26 Desember jam 11:14 
Sampurasun...!
***catatan :


RA = SINAR / Matahari
DEWA = CAHAYA / Rambatan cahaya Matahari
SANG = CA'ANG / TERANG

Karuhun Sunda ternyata sudah lebih dulu memahami bahwa; Seluruh benda langit yang mengelilingi Matahari itu BERASAL dari Matahari juga...(pecahan) dan posisi Planet Bumi adalah ruang langit yang paling sempurna untuk kehidupan Manusia berdasarkan jarak radial Matahari yang paling ideal... (*sabab deukeut teuing mah panas... jauh teuing nya ti'is).

Sehingga... Karuhun Sunda mengatakan bahwa :
  1. MANUSIA dan mahluk hidup lainnya TERCIPTA dari BUMI, maka mereka menyebutnya sebagai BWA-ACI atau "Aci ning Bumi" .
  2. BUMI (*dan benda langit lainnya) TERCIPTA dari MATAHARI... itu sebabnya mereka menyebut Bumi sebagai BWA-NA (*Na = Api).
Berdasar pada pemahaman tentang adanya ajaran Matahari, Api, Bumi dan Manusia maka kita dapat mengidentifikasi tentang asal kata "SUNDA"... (*SU-NA-DA), tentu saja ini bukan yang paling benar... tapi kita tidak boleh terlepas dari KONTEKS dan LOGIKA... agar tidak menjadi ilmu GATUK.

  1. SU = merupakan inti ajaran Matahari (Surya) "Kebijakan - Kebajikan" yang prinsipnya mengacu kepada sifat-sifat Sang Hyang Manon (Surya / simbol Sang Hyang), sebab ia mengawali dan memberikan segala kehidupan bagi manusia serta mahluk lainnya yang ada di Bumi...tanpa pilih-kasih... dan Matahari itu adalah "RA".... (*RA = Sinar = Maha Cahaya = Matahari = simbol Sang Hyang = MAHADEWA).
  2. NA = "Api" merupakan kesadaran tentang konsep BWA-NA, atau Bumi yang pada mulanya merupakan kesatuan dari Matahari (BUR / Maha Cahaya), atau API itu merupakan perwakilan dari MATAHARI di Bumi.
  3. DA = artinya Besar... Gede... atau Agung.
Maka kristalisasi dari SU-NA-DA itu adalah SUNDA yang nilainya sama saja dengan "RA". 
Dengan demikian :
"RA" = MATAHARI, MAHACAHAYA, MAHADEWA. jadi :
  • Bangsa SUNDA = Bangsa - RA
  • Agama SUNDA = Agama - RA
  • Negeri SUNDA = Negeri - RA (Naga-RA)
  • Tanah SUNDA = Tanah - RA
  • Bahasa SUNDA = Bahasa - RA
  • Bende SUNDA = Bende - RA
Sekarang kita lihat pada penamaan berikut :
  • Dirganta - RA
  • Swarganta - RA
  • Dwipanta - RA
  • Nusanta - RA
  • Jawa - RA
  • Swa - RA
  • Bata - RA

Jadi SUNDA itu bukan ras atau etnis atau suku bangsa yang hidup di Jawa Barat... tapi suatu AJARAN di wilayah yang sangat besar (*sekelas BENUA)...dan sekarang wilayah besar itu menciut dengan sebutan INDONESIA. 

Sekali lagi saya tegesken bahwa :
"RA" itu adalah SINAR (Maha Cahaya) atau BUR yang artinya MATAHARI, MAHACAHAYA, MAHADEWA ialah LAMBANG dari SANG HYANG TUNGGAL.

Itu sebabnya kita disebut sebagai BANGSA MATAHARI atau BANGSA SURYA atau PENGANUT AJARAN SURYA (meureun ceuk orang BARAT mah bangsa ARYA ???).
India = Negeri Chandra (Bulan)
Jepang = Negeri Matahari Terbit
Timur Tengah = Negeri Chandra Surya.

Maka tidak aneh jika Leluhur bangsa menerapkan pola KEMAHARAJAAN dalam konsep PA-RA-HYANG (*PA = Tempat) untuk menata kehidupan SWA (*diri / manusia) 'anak' dari BWA-ACI di BWA-NA. Karena merujuk kepada pola ajaran "RA" maka sistem ketata-negaraanpun berupa KONSTELASI BENDA LANGIT yang mengelilingi dan terpusat pada MATAHARI... artinya bangsa SUNDA itu sudah menerapkan pola kenegaraan yang TERPIMPIN dan TERPUSAT (kesatuan pemerintahan). Dengan jabaran sebagai berikut :

  1. Inti SANG HYANG TUNGGAL >>> pemimpin ajaran disebut RAMA, tempatnya disebut KARAMAT... dianggap sebagai UTUSAN TUHAN.
  2. Ring Satu >>> wilayah PA-RA-HYANG (Parang), pemimpinnya disebut RA-HYANG dengan gelar RATU dan tempat tinggalnya disebut KARATUAN (Keratuan / Keraton). 
  3. Ring Dua >>> wilayah PA-DA-HYANG (Padang), pemimpinnya disebut DA-HYANG dengan gelar DATU atau RESI dan tempat tinggalnya disebut KADATUAN (Kedatuan / Kedaton).
  4. Ring Luar >>> wilayah besar disebut KA-HYANG-an.
Susunan ketata-negaraan tersebut (La-Hyang) menyerupai konstelasi benda langit terhadap Matahari, dan pola tersebut diaplikasikan hingga bangsa kita selalu membangun wilayah PA-RA-HYANG di sekitar GUNUNG yang umumnya jenis GUNUNG BERAPI, sebab RA = NA (Api).

Demikian UNGGUL dan TERHORMATNYA derajat bangsa Indonesia (di masa lalu), baik dari segi ketata-negaraan, kebangsaan, keagamaan dan kemasyarakatannya. Tapi pada saat ini hal hal tersebut DITOLAK MENTAH-MENTAH oleh sebagian besar 'orang' Sunda SONTOLOYO ! 

Konsep PA-RA-HYANG ini tidak hanya berlaku di NUSANTA-RA tapi juga hampir diseluruh dunia, seperti di BENUA AFRIKA (Timur Tengah) melalui pola ke-NABI-an dan yang terakhir mempergunakan pola tersebut adalah EROPA dengan kekuasaan Vatican-nya. Setiap negara kerajaan di dunia mengadopsi pola PA-RA-HYANG, walaupun dengan sebutan dan gelar yang berbeda (Nabi, Paus, Rabi, Tsar, Kan dsb) namun pada prinsipnya sama kekuasaan berada ditangan PEMUKA AGAMA tapi tentu tidak semua dapat berlangsung dengan lancar.

-----------------------------------------------------------------

*** Kesimpulan :
  1. SUNDA bukan nama etnis atau ras... melainkan nama sebuah ajaran tentang SU-NA-DA.
  2. SUNDA adalah nama ajaran KEAGAMAAN dan KETATA-NEGARAAN yang dampaknya mendunia.
  3. RA = SU + NA + DA >>> Kebajikan dan Kebijakan + Api + Agung / Besar = MAHADEWA (Bur)
  4. INDONESIA adalah NEGERI MATAHARI (RA) - Nusanta-RA.
PA-RA-HYANG berhasil mem-BWA-NA dan menjadi panutan seluruh kerajaan di dunia akibat menerapkan pola ketata-negaraan SITUMANG (Resi, Ratu, Rama, Hyang) untuk membangun DA-HYANG-SU-UMBI. Di sisi lain konsep RESI - RATU - RAMA atau sering disebut TRI-SU-LA ini merupakan Tri-Tunggal yang diumpamakan 'seperti senjata' yang digunakan oleh tokoh-tokoh :
  1.  Batara Guru (Siwa)
  2. Betari Durga
  3. Poseidon (*Pasundaan ?)
  4. Ratu Laut Selatan, dsb

SEJARAH INDONESIA

Boedak Satepak 26 Desember jam 11:19 

Bangsa kita ini begitu aneh, mau saja didikte oleh para ilmuwan Barat bahkan hampir 100% turut menyepakati pendapat bangsa lain, misalnya ketika negara dan bangsa Indonesia dikategorikan sebagai bangsa kelas tiga ataupun ketika disebut sebagai negara berkembang. Barat menetapkan bahwa kebudayaan Mesir dan Yunani (6000 - 5000 SM) sebagai peradaban tertua di bumi, ilmuwan negeri kita ikut mendukung propaganda 'ilmiah' itu. Entah kenapa, ilmuwan sejarah dan kepurbakalaan bangsa kita sepertinya takut untuk melahirkan teori baru tentang peradaban atau memang otaknya kurang cerdas. Namun pada umumnya takut untuk berhadapan dengan argumentasinya sejarawan Barat (salut untuk Prof. Primadi Tabrani).

Berdasarkan catatan yang tertulis di alam sebagai "situs sejarah" baik yang berupa penamaan wilayah serta objek-objek lain yang ada di negara kita sebenarnya menunjukan kemungkinan sangat besar bahwa peradaban manusia berawal dari negara ini (30.000-12.000 SM).

Paradigma sejarah dunia harus dirombak total...

Indonesia tidak pernah mengalami jaman es (Ice Age) sebab berada di atas permukaan pegunungan berapi (ring of fire) dengan titik lintasan matahari paling ideal. Berbeda dengan negara-negara lain yang pernah tertutup es, terutama kawasan Eropa.

  1. Awal peradaban dimulai dari daerah Gn. Bata-Ra Guru (Dn. Toba), kini kita mengenali masyarakatnya dengan sebutan Bataka-Ra (Batak Karo). Wilayah tersebut sering disebut sebagai "Mandala Hyang" (Mandailing). Ajarannya bernama Surayana (SU-RA-YANA) dengan kiblat Matahari atau Batara Guru (kita menyebutnya sebagai Batara Surya) hingga kita mengenal istilah Satu Sura (Suro). Adapun Batara Durga adalah wakil Matahari (Batara Guru) di Bumi yaitu API.
  2. Setelah Gn. Bata-Ra Guru meletus peradaban bergeser ke Gn. Sunda (Gn. Ka-Ra Katwa), biasa disebut sebagai Bwa-Na Ataan (Banten). Plato menyebutnya sebagai Benua Atalan atau Sundalan, ajarannya disebut Sundayana (sama dengan Surayana). Maka, kata "SUNDA" itu bukan nama sebuah etnis di Jawa Barat melainkan nama ajaran yang juga menjadi nama wilayah besar. Sunda merupakan asal kata Su-Na-Da dan itu bukan singkatan tapi kesatuan kalimat. SU = Benar/Baik, NA = Api, DA = Besar/Gede/Agung. Kata Sundayana oleh Barat digunakan menjadi "Sunday" dan matahari nya disebut "Sun".
  3. Letusan Krakatau menyebabkan pindahnya peradaban menuju daerah Lamba Hyang atau Lambang (Lembang). Konsep kenegaraan pertama di muka bumi berawal dari wilayah ini Gn. Agung (Tangkuban Parahu) dengan konsep "Salaka Domas dan Salaka Nagara" (Dvi-Varna yaitu MERAH = Sinar/RA/BUR/Mahacahaya/Matahari... dan PUTIH = Naga/Penguasa wilayah Gunung Api dan Lautan, sistem kenegaraan berupa Keratuan yang dimulai oleh Sang Hyang Watugunung Ratu Agung Manikmaya kemudian dilanjutkan oleh Maharatu Resi Prabhu Sindu La Hyang yang kelak dikemudian hari diteruskan oleh dinasti Warman (Mulawarman) atau dengan konsep kenegaraan SITUMANG (Resi-Ratu-Rama & Sang Hyang) yang menaungi Da Hyang Su-Umbi (Wilayah Hyang Bumi yang Benar atau PA-DA-HYANG) sebutan "Ratu / RA-TWA" tidak sama dengan queen, Ratu artinya sama dengan Rajya (bahasa India). Ratu merupakan kedudukan di Ka-Ra-Twa-an (Keraton) dan gelar penguasanya disebut RA-HYANG untuk wilayah PA-RA-HYANG (Parang). Di wilayah PA-DA-HYANG (Padang) penguasanya bergelar DA-HYANG berkedudukan di Kedaton (Ka-Da-Twa-an)... bertugas sebagai pengelola wilayah besar di luar Parahyang... Datu = Resi.
  4. Setelah Tk Parahu meletus pemerintahan berpindah ke Gn. Brahma (Bromo) dengan dua gerbang besar Gn. Sundoro (Sunda-Ra) dan Gn. Sumbing (Su-Umbi Hyang) serta pelataran Dieng (Da Hyang / Padang). Lalu Gn. Su-Meru menjadi penanda puncak kejayaan ajaran Salaka Domas dan Salaka Naga-Ra.
  5. Letusan Gn. Bromo menyebabkan pusat pemerintahan berpindah ke Gn. Gede (Gn. Agung-Bali), ajaran Sundayana terus berkembang seperti yang disampaikan oleh Prabhu Sindu La-Hyang, dan menjadi semakin pesat dengan nama Udayana (Sundayana). 
  6. Peradaban pemerintahan Purwanagara ini diakhiri dengan ditetapkannya Gn. Tambo-Ra di Pulo Su-Bawa di masa Maharaja Resi Prabhu Tarus Bawa pada jaman Dwipanta-Ra (jauh sebelum era Nusanta-Ra).
Ajaran Sundayana yang disampaikan oleh Maharatu Resi Prabhu Sindu La Hyang oleh bangsa Jepang disebut Sinto (Shinto). Cikal bakal ajaran Matahari ditetapkan di Su-Mate-Ra sedangkan di Jepang menjadi A-Mate-Ra-Su. Di Cina konsep ajaran La-Hyang ini dikenal dengan sebutan "Liong" (Naga dan Ra) kemudian di India ajaran itu disebut Hindu yang diawali dari daerah Jambudwipa... boleh jadi disimbolkan dalam kisah RAMAYANA (RAMA dan SINTA/Sinto/Sindu). 

Di Mesir kita mengenal tokoh Dewa Ra. Sebutan itu sesungguhnya tidak tepat, sebab DEWA = Cahaya, dan RA = Pusat Cahaya/Mahacahaya/Matahari. Jadi; RA adalah INTI dari DEWA... atau RA = MAHADEWA / MAHACAHAYA. Keberadaan RA di Mesir merupakan 'pengakuan' bangsa Mesir terhadap ajaran KETUHANAN bangsa NUSANTA-RA.... Bukankah patung Budha yang ada di Borobudur-pun tidak diartikan bahwa Sidharta Gautama ada di Indonesia? demikian pula dengan adanya RA di Mesir. 

Walaupun hal tersebut masih berupa "aku-akuan" namun perlu ditelaah lebih lanjut oleh para ahli sejarah, budaya dan kepurbakalaan yang memiliki KECERDASAN. Diluar nantinya "benar atau salah" tentu saja tidak usah khawatir sebab ilmu pengetahuan harus tetap hidup dan berkembang walaupun mengakibatkan terjadinya perobahan besar yang melahirkan paradigma baru. 

Profesor Dr Arysio Santos dari Brazil seorang ahli fisika nuklir telah mencoba meneliti tentang keberadaan Benua Atlantis yang kesimpulannya mengarah ke negara Indonesia namun penelitian Santos ditentang keras oleh para sejarawan Barat hingga bukunya dilarang terbit, lebih goblok dan celakanya lagi ilmuwan kita yang bangsa Indonesia asli malah ikut menentang teorinya profesor Brazil itu yang secara tidak langsung memberikan semangat dan mengangkat sedikit derajat bangsa maling ini adalah 100% BENAR bahwa Rakyat SUNDA (Nusanta-Ra) atau BANGSA MATAHARI adalah keturunan ANJING yang menikah dengan seorang putri Maha Cantik bernama DAYANG SUMBI anak perempuan Maharaja Sunda.

Memang rakyat Nusanta-Ra sesungguhnya adalah keturunan ANJING SI TUMANG... sebab fakta dan realitanya demikian dan itu tidak perlu ditolak, bahkan sudah seharusnya kita sebagai Bangsa Matahari merasa bangga menjadi keturunan langsung Si Tumang dan Dayang Sumbi.

Apakah benar-benar "ada" yang disebut si Tumang...??? ... 100% ADA !
Apakah benar Si Tumang itu Anjing...??? ... 100% BENAR !
Apakah benar ada anjing mengawini Putri Maha Cantik...??? ... 100% BENAR !
Apakah benar Rakyat Sunda Bangsa Matahari itu keturunan mereka...??? ... 100% BENAR
Cilaka...Gustiiii...cilaka...!

Sebagian besar bangsa Sunda ini tidak mengerti maksud dan maknanya...
Kisah roman murahan yang disuarakan oleh bangsa Eropa dipakai untuk menterjemahkan "cerita sejarah Bangsa Nusanta-Ra" yang Agung... Sejarah telah diselewengkan oleh orang-orang biadab yang tidak bertanggung-jawab... bahkan dalam sebuah acara kesenian, walikota Bandung Dada Rosada tidak menyetujui adanya gambar "anjing" (Si Tumang)... dia bilang "Rakyat Sunda bukan turunan Si Tumang...!" Sungguh ironis dan patut dikasihani jika orang setingkat WALIKOTA BANDUNG... tidak memahami sejarah beserta nilai-nilai luhurnya... bahkan bukan mustahil GUBERNUR JABAR-pun tidak tahu apa-apa tentang nilai agung leluhur Bangsa Sunda.... maka bagaimana mungkin mereka dapat memimpin dan membangun ??? 

Dari begitu banyak ketidak-pahaman atas nilai Leluhur Bangsa itu, sebenarnya apa yang ada di balik kisah perkawinan Anjing Si Tumang dan Dayang Sumbi...?
Berdasarkan pola lokal jenius (kearifan lokal) leluhur bangsa Nusanta-Ra ketika membangun sistem nilai komunikasi dalam bentuk kata/bahasa/gambar/gerak.dsb sering mempergunakan pola struktur yang unik, dan ini hampir di seluruh Nusanta-Ra. Khusus dalam pola kata / bahasa banyak yang dibuat singkat dan singkatan...umumnya memiliki nilai yang agung dan luhur. 
Misalnya :

- Majapahit = Maharaja Purahita
- Suling = Su-La-Hyang
- Sunda = Su-Na-Da
- Dwipantara = Dwi-Pa-Na-Ta-Ra
- Jawara = Jawa-Ra
dst.

Setiap "penamaan" (apapun) yang dibuat pada jaman dahulu perlu direnungkan lebih dalam dan teliti, sebab biasanya tidak dapat dikaji dengan pola manapun kecuali mempergunakan pola yang sesuai dengan tata nilai dan pola lokalnya (*termasuk konteks kejadian / sejarah). Maka demikian pula dengan keberadaan tokoh "Anjing Si Tumang dan Dayang Sumbi" sebagai leluhur bangsa Nusanta-Ra. Keduanya samasekali bukan objek mahluk, baik binatang ataupun manusia sebab keduannya hanyalah simbol. Selama ini terjadi kesalah-kaprahan dalam pola penuturan dan penulisan kata "Si Tumang" yang sebenarnya adalah SI-TU-MA-HYANG singkatan dari : 
1. SI = Resi
2. TU = Ratu
3. MA = Rama 
4. HYANG = Sang Hyang Tunggal

Pola RESI-RATU-RAMA dan SANG HYANG TUNGGAL ini merupakan KONSEP KETATA-NEGARAAN PA-RA-HYANG yang kerap disebut juga sebagai TRI TUNGGAL atau TRITANGTU. Keberadaan konsep kenegaraan Sunda tersebut diabadikan dalam bentuk "monument kepala anjing" dari batu yang diberi nama SANG HYANG WATUGUNUNG RATU AGUNG MANIKMAYA.

Tri Tunggal atau SITUMANG inilah yang dengan "setia menjaga" Negeri Matahari kita, maka itu sebabnya dikatakan sebagai ANJING (*simbol kesetiaan dan pengabdian kepada negara). Kadang kesetiaan manusia kalah jauh dibandingkan hewan ini... bahkan manusia bersetia pada dasarnya karena "ada kepentingan".... contohnya ANGGOTA PARPOL.... heheheheh :)

CITRA binatang "anjing" menjadi BURUK setelah masuk dan adanya ajaran Islam di Indonesia, disebut sebagai binatang yang "NAJIS"...dan jika terkena liur atau moncong hidungnya harus dibasuh TUJUH KALI.... Mengapa begitu ekstrimnya...??? hingga sekelas dengan BABI (*simbol rakus)...??? Bahkan di Islam ada fatwa, "Jika di dalam rumah ada anjing maka malaikat tidak akan masuk...!" (*ini mungkin bisa jadi resep panjang umur :) 
***dalam Islam, "anjing selalu dikonotasikan sebagai sesuatu yang negatif... entah apa maksudnya padahal masih banyak binatang lain selain bercitra negatif juga berbahaya.
Kisah rusaknya CITRA ANJING tidak ada bedanya dengan kisah LEMBU yang dikorbankan ('dipersembahkan')... padahal di Jepang sebagai negeri MATAHARI TERBIT (pengikut ajaran Negeri Matahari) anjing-pun disimbolkan sebagai penjaga Sang Matahari (AMATE-RA-SU). 

*** Yang unik justru disebagian besar bangsa kita (terutama di desa), citra binatang UNTA yang tidak ada di negeri ini posisinya jadi lebih baik ketimbang "anjing"... why.... why.... ???

DAYANG SUMBI sendiri sesungguhnya BUKAN manusia berkelamin perempuan. Seperti halnya sebutan SI-TU-MA-HYANG, maka Dayang Sumbi-pun memiliki arti sendiri, yaitu :

1. DA = Besar / Agung
2. HYANG = Sang Hyang Tunggal
3. SU = Baik / Benar
4. UMBI = Ambu / Ibu / Bumi 
Maka, Dayang Sumbi atau DA-HYANG SU-UMBI itu adalah IBU PERTIWI atau Negeri Matahari (Indonesia). Oleh sebab itulah disebut "Putri Maha Cantik" yang maksudnya adalah NEGERI SUBUR YANG MAHA INDAH...!!!


KESIMPULAN :
  1. SITUMANG sesungguhnya SIMBOL atas Lembaga Hukum Ketatanegaraan PA-RA-HYANG... Pusat Hukum Yang Berlandas kepada nilai KETUHANAN YANG MAHA ESA (Sang Hyang Tunggal)Resi = Legislatif. Ratu = Eksekutif. Rama = Yudikati. Hyang = Tuhan. Triaspolitika ini sudah hidup di negeri kita lebih dari dua ribu tahun yang lalu... bahkan hebatnya, ketiga konsep KENEGARAAN itu terikat dan dipersatukan dalam hukum TUHAN (Sang Hyang Tunggal).
  2. DAYANG SUMBI sesungguhnya merupakan SIMBOL WILAYAH yang MAHA CANTIK atau IBU PERTIWI. DA-HYANG SU-UMBI itu artinya adalah Keagungan / Kebesaran Tuhan di Bumi yang Baik / Benar.
  3. Istilah "KAWIN" tidak berarti merujuk kepada soal sex dan humanisme, tetapi lebih berupa KONSEP PENYATUAN dan KESATUAN dalam PENATAAN KELUARGA BESAR (Negara).
  4. ANJING merupakan simbol kesetiaan dalam menjaga kesatuan, keutuhan dan keberlangusungan NAGA-RA.
  5. Seluruh keturunan SI-TU-MA-HYANG dan DA-HYANG SU-UMBI adalah BANGSA MATAHARI yang SANGAT BERADAB atau BANGSA YANG MEMILIKI HUKUM KETUHANAN serta ATURAN HIDUP BERBANGSA dan BERNEGARA sejak... lebih dari 2000 tahun yang lalu....!!! 
Dan itu adalah KITA...PUTRA NEGERI MATAHARI yang AGUNG
"Mari membangun RA-HAYAT !!!"

Kata kunci :
SENI merupakan JEMBATAN bagi KEINDAHAN dan MANUSIA SUNDA TIDAK MEMERLUKAN JEMBATAN ITU.....sebab MANUSIA SUNDA ADALAH KEINDAHAN ITU SENDIRI...!!!

Seni adalah "piranti" untuk mengasah kelembutan rasa (hati) dan kecerdasan berpikir, maka mempelajari SENI sama dengan BELAJAR MENGASAH RASA HINGGA MENCAPAI PUNCAK KETAJAMAN. Lalu, apa puncak pencapaian dari mempelajari seni...??? tentu saja untuk mendapatkan KEINDAHAN. 

"Banyak karya seni yang menawarkan kesedihan dan kesengsaraan, namun tidak pernah ada keindahan yang menyajikan kepedihan" 

Kebutuhan atas KEINDAHAN merupakan sifat ADIKODRATI yang dibawa sejak lahir oleh segala bangsa. Namun kebutuhan tersebut sangat tergantung kepada nilai-nilai tradisi dan potensi lingkungannya (semesta kehidupan yang ada di sekitar). Dengan kata lain; tergantung kepada sarana atau fasilitas yang tersedia sebagai pengasah "rasa".

Sejak jaman dahulu, "keindahan" bagi bangsa Sunda telah menjadi KEBUTUHAN HIDUP YANG UTAMA, dan ini menjadi sangat berbeda dengan bangsa2 lain di dunia. Mengapa demikian...? Sebab KEBUTUHAN DASAR telah terpenuhi secara sempurna (sandang, pangan, papan). Hal ini merupakan POLA ALAMIAH segala bangsa yang berlaku hingga detik ini, tanpa sedikitpun ada perobahan....mungkin begitulah sifat manusia, namun harus dipertegas bahwa BANGSA SUNDA TELAH LEBIH DAHULU MENGAWALINYA. 

Walaupun "keindahan" telah menjadi kebutuhan yang mendasari pola kehidupan bangsa Sunda, namun masyarakatnya tidak pernah menempatkan "keindahan" itu sebagai objek SENI (Art). Bahkan hampir secara eksplisit seni diabaikan, sebab dimata orang Sunda "keindahan" itu bergulir dengan sendirinya datang dari lubuk hati tanpa harus berpikir dan tanpa harus direkayasa atau dibuat-buat... jujur apa adanya.... atau sebut saja bahwa KEINDAHAN TELAH MENJADI BAGIAN DALAM PERI KEHIDUPAN masyarakat Sunda. 

Tentu paparan di atas terasa begitu SOMBONG dan terasa seperti PROPAGANDA kaum puritan lokal yang tersingkir dari peradaban 'modern'... TIDAK... sama sekali tidak begitu...!!! Paparan di atas adalah sebuah realita dan fakta yang sudah lama terkubur di negara kita (Nusantara) dan seolah tidak boleh diungkap lagi.
Bukti dan sisa-sisa KEINDAHAN itu sebetulnya masih tertampakan walaupun sudah semakin samar-samar, beberapa contoh (0,1%) di antaranya adalah sebagai berikut:
  1. Pola berbahasa dan berbicara sebagai PENGHORMATAN... dan bukan sekedar berkomunikasi atau menyampaikan informasi.
  2. Pola penempatan diri (tahu diri) sesuai dengan keberadaan diri sebagai KEHORMATAN dan bukan dalam pola kasta... tanpa dipaksa dan tidak memaksa.
  3. Pola saling MENJAGA dan MENGHORMATI kepada segala penghuni alam... apa pun bentuk dan sifatnya... tidak berlaku pemusnahan (pembunuhan).
  4. Pola bersikap dan berperilaku melalui pengukuran diri berdasarkan kualitas lingkungan (alam sekitar)... menjaga KELANGSUNGAN HIDUP DIMASA DEPAN... atau PEDULI kepada generasi yang akan datang.
(*terlalu banyak untuk diungkapkan sebagai BUKTI-BUKTI).

Hal ini diakibatkan oleh KONSEP atas sudut pandang KEINDAHAN, yaitu AJARAN TENTANG MANUSIA ADILUHUNG yang diterapkan oleh para leluhur bangsa, PENCAPAIAN PUNCAK DARI SEGALA PUNCAK PEMBENTUKAN KARAKTER MANUSIA UNGGUL PARIPURNA.

Dimata orang Sunda, KEINDAHAN itu adalah KEHIDUPAN... maka setiap KEHIDUPAN merupakan HAL YANG SANGAT BERHARGA... itu sebabnya bangsa Sunda begitu peduli terhadap segala aspek kehidupan, mereka mencintai kehidupan melampaui dirinya sendiri dan mereka harus menunjukan fungsi-guna diri terhadap lingkungan hidup dan masa depan seluruh keturunannya agar hidup lebih baik. Hal tersebut dilakukan secara ESTAFET dari generasi ke generasi... seolah memberi kabar tentang 

"BANGUNLAH SEBUAH KEHIDUPAN YANG MAHA INDAH...(di negeri ini)"
Jadi, tidak perlu heran jika bangsa Sunda lebih memilih HIDUP ketimbang MATI... artinya; SEMANGAT HIDUP mereka bangun sedemikian rupa demi MEMBANGUN KEHIDUPAN DI DALAM SEMESTA KEHIDUPAN.... hal ini begitu bertentangan dengan seluruh ajaran yang datang dari negeri seberang, terutama Islam yang mensahkan KEMATIAN melalui PERANG dan JIHAD. 
betapa INDAHNYA MENJADI ORANG SUNDA... 
sayang hanya sedikit orang yang memahaminya.....

Dimanakah Sorga ?

Disebuah perkampungan kecil hidup pemuda yang sangat lugu dan jujur.
Dia hanya mengerjakan ladang dan bertani, setiap hari dikerjakan dengan tekun, tanpa pernah mengeluh. Ketekunan ini menjadikannya luar biasa, dan suatu ketika datanglah sang maha resi bijak untuk sekedar menyapanya.

Hai, pemuda..lihatlah padimu, telah tumbuh dengan subur, tidakkah kau ingin melakukan hal lain selain mengolah tanah ? Tanya Maha Rsi.

Sejauh itu membantu semua mahluk, saya pasti ingin melakukannya, maha rsi, sahut pemuda.

Tertegun atas jawaban sang pemuda,

Maha rsi pun melanjutkan bertanya, maukah kau mendengar sebuah ramalan ku tentang Dunia?

Dengan raut muka yang serius pemuda pun menganggukkan kepalanya, sambil duduk diatas rumput, untuk mendengarkan wejangan Sang Maha Rsi.
Dengarlah, hai pemuda, saat ini dunia yang kau tempati sangatlah indah, bersahaja, dan penuh dengan cerita kasih, namun sayang ini tidak akan bertahan lama, semua akan hilang, dengan ditandai turunnya hujan yang berwarna merah dan ingatlah jangan pernah kau meminum air hujan itu, karena kesadaranmu akan hilang jika kau meminumnya, jika kau akan minum, ambillah air yang tepat berada didalam sumur yang berada ditengah sawah mu, karena hanya itulah mata air yang bisa membuatmu tetap sadar ajaklah semua umatmu untuk meminum air itu.

Ingatlah pesanku dan mulailah siarkan hal ini kepada seluruh umat manusia sebagai laku dharma mu.

Setelah apa yang menjadi awal pertemuan tersebut, sang pemudapun tiap hari menyiarkan berita ramalan kepada penduduk, dan atas tekat yang bulat demi kemanusiaan sampai akhirnya pemuda meninggalkan seluruh pekerjaannya di ladang.
Pemuda yang lugu tersebut dari hari kehari berbicara hal yang sama dan akhirnya penduduk mengatakan jika ia tidak waras lagi... 
Pemuda gila!!, hardik mereka, kau sudah hilang kesadaranmu teriak para sanak familinya.

Namun hal itu tidaklah membuat tekadnya mengendor. Dia pun terus menyiarkan hal tersebut hingga bertahun-tahun.

Disaat pemuda lelah atas apa yang menjadi keyakinannya, saat itulah dunia dilanda kekeringan panjang dan hanya sumur pemuda itu saja yang masih mengeluarkan air. Kembali tumbuh keyakinan sang pemuda untuk mengajak masyarakat meminum air yang ada di tengah sawahnya tersebut.

Kembali cemooh yang di dapat, masyarakat dengan lantang berkata "hey, bukankah ini yang kau inginkan, jika kau telah meracuni sumurmu dan membiarkan kami mati, dan kau yang telah gelandangan akan mengambil seluruh harta kami!! Pemuda kami tidak akan terkena tipu muslihatmu!".

Suatu ketika dunia menjadi sangat gelap, mendung di langit dan juga angin sangat kencangpun menderu bumi, dengan sontak penduduk pun bersorak, lihatlah... Langit akan menurunkan hujan, dan semua cerita itu hanya bohong, teriak masyarakat...

Benar, sesaat kemudian, hujan pun turun, namun hujan itu berwarna merah. Melihat kejadian tersebut sang pemuda pun berteriak, Jangan!.. jangan kau minum air hujan itu, ini lah awal bencana kita, Jangan!!!.... Namun sayang seorang yang dianggap tidak waras, tidak akan pernah dipercaya, seorang miskin dan terlunta tidak akan didengar, akhirnya penduduk pun mulai meminum air hujan yang tampak sangat segar bagi mereka.

Selang beberapa saat setelah meminum air tersebut, pendudukpun mulai memperlihatkan tabiat yang sangat berbeda, mereka sering bertengkar, mereka memainkan peran Tuhan, ada yang mengambil hak orang lain, mengucapkan kebohongan adalah keharusan, berzinah, tidak ada etika moral, semua berubah...tidak ada lagi dunia dengan keindahan yang ada adalah dunia dengan kerumunan pendosa.

Namun, pemuda masih tetap berusaha mengajak mereka untuk minum air sumur milikNya, meminum air kesadaran...

Sia,sia, semua tetap seperti semula, malah mereka semakin bengis terhadap pemuda itu, mereka ingin mengarak dan memancungnya, karena ketidak warasannya.

Hingga suatu saat, pemuda itupun lelah...
Dia sangat lelah...

Dia pun mulai goyah, tidak mampu berteriak lantang....

Dalam hati yang terdalam dia berkata, mereka memang benar,

ya akulah yang tidak waras, dan sumur kesadaran itu hanyalah dongeng Sang Maha Resi...

Dengan langkah yang gontai, pemuda itupun ikut meminum air hujan, untuk dapt kembali diterima oleh masyarakatnya.

KETERGESAAN DAN KEBIASAAN

Tidak diragukan anda mempunyai banyak masalah, masalah rumah tangga, sosial, fisik, dan keuangan, yang sepertinya mendesak meminta jalan keluar yang segera. Mungkin anda memiliki utang yang harus di bayar, atau kewajiban lain yang harus dipenuhi; anda berada di tempat yang tidak membahagiakan atau tidak harmonis, dan merasa sesuatu harus dilakukan dengan segera dan sekaligus. Jangan tergesa-gesa dan bertindak atas dorongan-dorongan superfisial. Anda bisa mempercayai Tuhan untuk jalan keluar dari semua masalah pribadi anda. Tidak perlu tergesa-gesa. Hanya ada Tuhan dan semuanya baik-baik saja.

Ada kekuatan yang tidak terhingga didalam anda, dan kekuatan yang sama berada di dalam hal-hal yang anda inginkan kepada anda dan membawa anda kepada hal-hal yang anda inginkan. Inilah pemikiran yang harus anda tangkap, dan terus pelihara bahwa kecerdasan yang sama dengan yang ada dalam diri anda juga ada didalam hal-hal yang anda inginkan. Mereka terdorong kearah anda dengan sama kuatnya dan pastinya seperti hasrat anda mendorong anda kearah mereka. Oleh karena itu, kecendrungannya adalah : sebuah pemikiran yang terus ditahan di dalam benak pasti akan mendatangkan hal-hal yang anda inginkan kepada anda dan mengelompokkan mereka kesekitar anda. Sejauh anda menahan pikiran dan keyakinan anda dengan benar, semua akan berjalan dengan baik. Tidak ada yang bisa salah kecuali sikap pribadi anda, dan sikap pribadi anda tidak akan salah jika anda percaya dan tidak takut. Ketergesaan adalah ungkapan perasaan takut; mereka yang tidak takut akan memiliki banyak waktu. Jika anda bertindak dengan keyakinan yang sempurna terhadap persepsi kebenaran anda sendiri, anda tidak akan pernah terlalu cepat atau terlalu lambat; dan tidak akan ada yang salah. Jika segalanya tampak salah, jangan terganggu didalam benak; itu hanya tampilan luar. Tidak ada yang bisa salah dengan dunia ini kecuali diri ANDA SENDIRI; dan anda hanya bisa salah jika memasuki sikap mental yang keliru. Manakala anda menemukan diri merasa bersemangat, khawatir atau memasuki sikap mental tergesa-gesa, duduklah dan berpikirlah kembali; lakukan permainan apa saja, atau berliburlah. Pergilah melakukan perjalanan, dan semuanya akan baik ketika anda kembali. Begitu anda memasuki sikap mental tergesa-gesa, anda keluar dari sikap mental kehebatan. Ketergesaan dan takut akan segera memutuskan hubungananda dengan akal universal; anda tidak akan mendapatkan daya, kebijaksanaan, dan informasi sampai anda tenang. Dan jatuh kedalam sikap tergesa akan melenyapkan tindakan Prinsip kekuatan di dalam anda. Takut mengubah kekuatan menjadi kelemahan.

Ingatlah bahwa sikap yang tenang dan kekuatan adalah dua hal yang tidak terpisahkan. Akal yang tenang dan seimbang adalah akal yang kuat dan hebat; akal yang tergesa dan gelisah adalah akal yang lemah. Manakala anda jatuh ke dalam sikap mental tergesa, Anda perlu tahu bahwa anda telah kehilangan sudut pandang yang benar; anda mulai memandang dunia, atau sebagian dunia, sebagai tidak beres. Pertimbangan kenyataan bahwa saat ini juga, dunia beserta segala isinya adalah sempurna. Tidak ada yang tidak beres; tidak ada yang bisa salah; tenanaglah, gembiralah; memiliki keyakinan pada Tuhan.

Selanjutnya, adalah kebiasaan. Mungkin kesulitan terbesar anda adalah mengatasi kebiasaan pikir yang lama, dan membentuk kebiasaan pikir yang baru. Dunia dikuasai oleh kebiasaan. Para raja, tiran, tuan, dan plutokrat hanya mempertahankan posisinya karena orang-orang telah terbiasa menerima mereka. Segala sesuatu seperti apa adanya hanya karena orang-orang telah membentuk kebiasaan menerimanya sebagaimana adanya. Ketika orang mengubah kebiasaan pikir mereka tentang memutuskan lembaga-lembaga pemerintahan, sosial, dan industri, mereka akan mengubah lembaga-lembaga itu. Kebiasaan menguasai kita semua.

Mungkin anda telah membentuk kebiasaan memikirkan diri anda sebagai orang biasa, sebagai seseorang yang kemampuannya terbatas, atau sedikit-banyak orang yang gagal. Apa pun kebiasaan pikiran anda terhadap diri sendiri, seperti itulah diri anda. Sekarang anda harus membentuk kebiasaan yang lebih baik dan hebat; anda harus membentuk konsepsi diri sebagai orang yang memiliki kekuatan tanpa batas, dan membiasakan diri berpikir seperti itu. Adalah kebiasaan, bukan pikiran berkala, nasib anda. Tidak ada manfaatnya bagi anda setiap hari duduk sendiri selama beberapa saat untuk mengukuhkan anda hebat, sepanjang hari – ketika anda melakukan pekerjaan sehari-hari ; anda tidak menganggap diri anda hebat. Tidak ada jumlah doa dan peneguhan yang akan membuat anda hebat, jika anda masih terbiasa menganggap diri sebagai kecil. Penggunaan doa dan peneguhan adalah mengubah kebiasaan berpikir anda. Setiap tindakan fisik, mental, yang sering diulang-ulang akan menjadi kebiasaan.

Tujuan latihan mental adalah mengulang-ulang pikiran tertentu sampai pikiran itu terus menerus dan terbiasa. Pikiran terus menerus yang berulang-ulang akan menjadi keyakinan. Yang harus anda lakukan adalah mengulang pikiran baru tentang diri anda sampai itu menjadi satu-satunya cara anda menganggap diri anda.

(The Science of Being Great)

Senin, 27 Desember 2010

BIJA MANTRA

Mantra berasal dr suku kata 'man' yg berarti berpikir dan suku kata 'tra', berasal dari 'trai' yg artinya melindungi atau bebas dari belenggu samsara atau penampakan duniawi. Dari kombinasi 'man' dan 'tra', jadilah mantra, yg menimbulkan 4 tujuan manusia; dharma, artha, kama dan moksa.

"Mananat trayate iti mantrah"-dengan manana (pemikiran yg tetap atau pengumpulan kembali) dgn mana seseorang dilindungi atau dilepaskan dr perputaran kelahiran dan kematian, itulah mantra. Mantra bersifat illahi. Ia merupakan daya2 Illahi atau Daiwi Sakti yg diwujudkan dlm satu badan yang sehat. Mantra itu sdr adalah Dewata. Setiap orang yg mengucapkan sebuah mantra hendaknya mencoba nilainya yang terbaik utk mewujudkan kesatuannya dgn Mantra yg kita ucapkan, tentu ini tergantung diri sejauh mana usaha yang kita lakukan, sehingga daya dr mantra dpt memenuhi, melengkapi pemujanya. Spt nyala api yg diperkuat oleh angin, demikian pula daya sakti dr pribadi sadhaka, diperkuat olh mantra yg diucapkannya, shg sakti pr ibadu bergabung dgn mantra sakti, shg membuatnya mjd lebih kuat.

Mantra Dewata, adalah aksara atau kombinasi aksara yg mewujudkan Dewata tsb pd kesadaran sadhaka, yg telah memanggilnya dgn sadhana. Mantra merupakan suatu massa (kelompok besar) dr cahaya/teja/energi. Mantra membangkitkan daya2 super alami. Mantra; mempercepat, dan menghasilkan kekuatan daya cipta, mantra menghasilkan keselarasan. Sebuah mantra memiliki daya melepaskan kesadaran kosmos dan super kosmos. Ia memberikan pencerahan, kemerdekaan, kedamaian tertinggi, kebahagiaan abadi dan kekekalan, pada sadhaka. Sebuah mantra apabila diulang2 scr tetap dan terus menerus, akan membangkitkan kesadaran. (Cit atau Caitanya), krn kesadaran itu terpendam dlm sebuah mantra. Sebuah mantra memiliki 4 keadaan mendasar jk dilihat dr gelombang suara: waikari; padat, suara mantra yg dpt didengar, suara dlm kelainan yg maksimum, Madhyama; atau suara mantra dalam, halus, lebih halus keadaannya dimana tak dpt didengar olh telinga phisik.
Pasyanti; suara mantra yg lbh tinggi lg, lbh dalam, keadannya lbh halus lagi. Para; yg mewakili Iswara-Sakti dan merupakan keadaan suara potensial/Karana yg adalah Awyakta/tak terbedakan, krn merupakan sumber alam semesta.

Jadi setiap mantra yg diucapkan merupakan sebuah sabun pembersih spiritual, yg membersihkan pikiran. Bahkan, pensitiran sedikit saja dr sebuah mantra, dgn Sraddha, Bhawa, dan konsentrasi pd maknanya, dgn pikiran terpusat, akan menghancurkan sgl kekotoran pikiran.

Pengulangan mantra pancaksara 'Om Namah Sivaya' akan menhasilkan wujud Siwa. Pengulangan dari 'Om Namo Narayana', yaitu Astaksara mantra dr Wisnu, akan menghasilkan wujud Wisnu, dsb. Oleh karenanya dikatakan bahwa Mantra dr Dewa, adalah Dewa itu sendiri. Pranava adalah yang memberikan daya hidup terhadap sebuah suku kata, kata, rangkaian kata2, kalimat; dalam hal ini Pranava tak lain adalah OM.

Om adalah nama atau simbol dr Tuhan, Iswara atau Brahman. Om merupakan Nama kita yg sesungguhnya, OM meliputi atau menyelimuti keseluruhan dr ketiga tahapan pengalaman manusia. OM berarti sgl penampakan dunia ini. Dari Pranava Om alam semesta indriyani diproyekasikan-dunia ini ada dlm OM dan diserap dlam OM. 'A' dimaksudkan dgn dasar phisik. 'U' dimaksudkan dgn dasar mental atau astral, yg merupakan dunia dr jiwa yg cerdas atau sgl surga. 'M', dimaksudkan dgn seluruh keadaan tidur nyenyak tanpa mimpi, yaitu sgl yg mengatasi pencapaian kesadaran. Intinya Om adalah suara Mula dr semua Suara, Om adalah Ibu dari semua Aksara.

Bija Mantra/Aksara Satu Bija mantra merupakan sebuah benih huruf. Ia merupakan sebuah mantra yg amat ampuh. Setiap Dewata memiliki Bija-Aksaranya sendiri2. Yang terhebat dr semua Bija Mantra adalah OM atau Pranava, krn Ia merupakan simbol dr Para Brahman atau Paramatman sendiri. Biasanya sebuah Bija Mantra mengandung sebuah aksara tunggal. Kadang2 tersusun atas beberapa suku kata. Umpanya , Bija Mantra "KAM", memiliki huruf tunggal dgn anuswara atau candrabindu, yg membentuk pangakhiran dr semua Bija Mantra. Dalam Candrabindu, Nada dan Bindu bercampur jd satu bersama2. Beberapa Bija Mantra tersusun atas gabungan huruf2, spt mantra"HRIM", Bija Mantra memiliki suatu makna dalam yg berarti dan sering tidak membawa suatu arti pd permukaannya. Artinya sangat halus, dan bersifat mistis.

Bentuk dari Bija Mantra, merupakan bentuk dr Dewata yg dimaksudkan dgn Mantra tsb. Beberapa contoh Bija Mantra: Bija Mantra utk Panca Maha Bhuta; Akasa-HAM, udara-YAM, api-RAM, air-WAM, dan tanah-LAM Bija mantra HAUM- dlm mantra ini, HA adalah Siwa. AU adalah Sadasiwa. Nada dan Bindu, maksudnya yg mengusir kesedihan. Dgn Bija Mantra ini Tuhan Siwalah yg hendak dipuja. Bija Mantra DUM- berasalh dr suku kata DA yg artinya Durga. U artinya melindungi. Nada berarti Ibu alam semesta. Bindu-kegiatan (pemujaan atau doa). Ini merupakan Bija Mantra utk Durga. Bija Mantra KRIM-dgn mantra ini KALIKA yg hendak dipuja, KA- adalah Kali, RA adalah Brahman, I adlah Mahamaya, Nada adlah Ibu alam semesta, dan Bindu adalah pengusr kesedihan. Bija Mantra HRIM-ini adalah mantra Mahamaya atau Bhuwaneswari. HA- artinya Siwa, RA- adlh Prakrti, I- artinya Mahamaya. Nada-ibu alam semesta. Bindu- pengusir kesedihan. Bija Mantra SRIM- ini merupakan Bija Mantra dr Mahalaksmi. SA-Mahalaksmi, RA-kekayaan, I- kepuasan/pemenuhan, Nada- Apara/Brahman yg terwujudkan atw Iswara, Bindu- pengusir kesedihan. Bija Mantra AIM-ini merupakan Bija Mantra dr Saraswati. AI-Saraswati, Bindi- pengusir kesedihan. Bija Mantra KLIM-merupakan Kamabija. KA- penguasa keinginan/ Kamadewa. KA- juga dpt diartikan Krshna. LA- artinya Indera, I- pemenuhan /kepuasan, Nada dan Bindu- yg memberikan kebahagiaan dan kesedihan. Bija Mantra HUM- dlam bija ini HA-Siwa, U-Bhairawa, Nada-yg tertinggi, Bindu- pengusir kesedihan. Bija Mantra GAM-ini adalah Ganesa, GA-ganesa, Bindu-pengusir kesedihan. Bija Mantra GLAUM- ini jg bija mantra Ganesa. GA-ganesa, LA-meresapi, AU- semarak atau cemerlang, Bindu- pengusir kesedihan. Bija Mantra KSRAUM-merupakan bija mantra Narasimha. KSA-Narasihma, RA- Brahma, AU- dengan gigi yg mengarah ke atas, Bindu-pengusir kesedihan. Bija Mantra HRAM HRIM SAH- Hram-ayah illahi, Hrim-Ibu Illahi, Sah-Tuhan; hormat kepada ayah akasa-ibu pertiwi dan Tuhan/Surya.


Tri Logi MAHABARATA

Dalam episode Bharatayuda, didalamnya terdapat kisah Bhagawatgita yaitu kisah awal dari Bharatayuda ketika Arjuna merasa sangat tidak bersemangat untuk berperang melawan Kurawa dikarenakan musuh yang dihadapi masih saudara sendiri bahkan diantara musuh yang harus dihadapi adalah para sesepuh yang sangat dihormati yaitu Resi Bisma, Pendita Durna dll. Arjuna merasa kenapa harus berperang untuk memperebutkan kerajaan, kalau perlu biarlah Kurawa menguasai kerajaan. Sri Kresna memberikan nasihat kepada Arjuna bahkan terpaksa memperlihatkan wujud Wisnu yang sebenarnya untuk meyakinkan Arjuna bahwa : Peperangan Bharatayuda bukan sekedar perang melawan saudara sendiri tapi adalah peperangan suci yang harus dilaksanakan oleh Ksatria Utama sebagai dharmanya / kewajibannya untuk melenyapkan keangkaramurkaan dan kebatilan dimuka bumi. Sri Kresna kemudian juga mengajarkan kepada Arjuna makna hidup, asal kehidupan, dan akhir kehidupan yang mengalir dalam perwujudan Wisnu yang sebenarnya yang dituliskan dalam kisah Bhagawatgita (yang juga menjadi salah satu kitab suci pemeluk agama Hindu). Dalam interpretasi perang Bharatayuda dalam kisah wayang purwo/kulit banyak versi sesuai dengan peresapan masing-masing penggemar ataupun pengamat wayang purwo / kulit yang pada hakekatnya bisa dikatagorikan dalam simbolik berupa perubahan yang bersifat micro (dalam diri manusia sendiri) dan perubahan yang bersikap macro (dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara).

Arti simbolik yang bersifat micro (dalam diri manusia secara individu) Pengertian simbolik perang Bharatayuda dalam diri manusia adalah peperangan dalam diri manusia dalam rangka mengatasi dirinya antara perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk. Adalah peperangan yang tiada henti selama hidup dari seseorang sebagai individu untuk mencari nilai budi luhur dan melaksanakan dalam tindakan nyata sehari-hari yang melawan pengaruh buruk yang bersifat kesenangan yang bisa merusak diri dan lingkungannya.


A. Bharatayuda sebagai simbol pertarungan / pergulatan etika baik dan buruk dalam diri manusia: Peperangan dalam diri manusia adalah hakekatnya perang saudara, karena apabila manusia menginginkan sifat baik yang terpancar dalam kehidupannya dia harus berani membunuh sifat buruk dalam dirinya yang berarti membunuh sebahagian dari dirinya.

Betapa sakitnya seseorang yang harus membunuh sifat dalam dirinya yang bersifat kesenangan yang merusak seperti ma-lima (lima M) yaitu (madon, madat, maling, main, mabuk yang artinya madon berarti - kesenangan dengan wanita/ sex diluar pernikahan, madat - kesenangan dengan candu / ganja / ecstacy / heroin / ataupun sejenisnya, maling - kesenangan memiliki hak / kepunyaan orang lain, main - kesenangan berjudi, mabuk - kesenangan minum minuman keras). Kalau seseorang sudah terlanjur mempunyai kesenangan seperti tadi yang merupakan sifat buruk dalam dirinya, seseorang memerlukan sikap sebagai Arjuna yang harus berani melakukan perang Bharatayuda, untuk membunuh sebahagian dari dirinya yang bersifat buruk, betapa hal itu sangat berat dan terasa menyakitkan. Dan apabila sifat Ksatria Utama yang memenangkan peperangan dalam diri seseorang,dia mampu mengatasi dirinya untuk tidak berbuat yang kurang terpuji dan berbudi luhur dalam perbuatan nyata untuk dirinya maupun untuk masyarakat sekelilingnya. Kemenangan dalam peperangan ini sebetulnya perubahan yang nyata dari sifat manusia tersebut dari manusia yang kurang terpuji sifat2-nya menjadi manusia yang terpuji sifat2-nya.

B. Bharatayuda sebagai simbol cara kematian seseorang sesuai dengan karma/ akibat perbuatannya: Dalam kehidupan seseorang selalu diuji keberpihakan-nya terhadap nilai-nilai budi luhur atau kecenderungannya terpengaruh oleh perbuatan buruk. Dalam masyarakat modern yang makin heterogen dan dengan makin terbukanya pengaruh2 berbagai budaya dari luar kadang2 agak sulit untuk mengenali dengan cepat dan mengambil garis lurus ataupun garis pemisah antara perbuatan etika moral yang terpuji maupun yang kebalikannya yang kadang agak sulit bagi kita menarik garis hitam putih. Tapi kalau kita mengkaji lebih lanjut kisah / lakon dalam wayang purwo/kulit hal tersebut bukan sesuatu yang tidak terdeteksi dalam kisah tokoh2-nya yang selalu bergulat dalam perbuatan yang terpuji maupun kurang terpuji bahkan terhadap tokoh2 yang di-ideal-kan seperti tokoh Pendawa Lima dan Sri Kresna. Hal ini adalah suatu indikasi alamiah ketidak sempurnaan manusia. Wayang purwo / kulit mengajarkan suatu budaya yang sangat bijaksana berkaitan dengan ketidak sempurnaan manusia dengan menciptakan tokoh punokawan yaitu Semar, Petruk, Gareng, Bagong yang selalu memberikan peringatan terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh para raja dan ksatria. Kalau punokawan ini secara simbolik diartikan sebagai rakyat dan inilah secara nyata sistem demokrasi dimana kelemahan dan ketidaksempurnaan manusia dicoba diatasi dengan melaksanakan sistem yang saling mengingatkan (check and balance ataupun social control) antara pihak pimpinan / raja, para ksatria, sistim peradilan, dan rakyatnya. Sistem ini menuntut semua pihak rela menerima koreksi / kritik dari pihak yang lain, dan budaya wayang purwo/kulit memberi contoh yang gamblang bahwa Semar maupun punokawan selalu mengingatkan raja / ksatria yang peringatannya / kritiknya diterima dan diperhatikan oleh raja dan para ksatria.

Beberapa contoh kisah pewayangan yang menggambarkan ketidak sempurna-an sifat2 dari tokoh yang dianggap sebagai tauladan :
1. Yudistira/Puntodewo yang terkenal kejujurannya dan kebijaksanaannya sebagai seorang raja ternyata dia mempunyai kelemahan
yang sangat fatal yaitu kesenangannya dengan judi yang kelemahan tersebut dimanfaatkan oleh Kurawa dengan arsiteknya Patih Sengkuni sehingga membawa kesengsaraan keluarganya bahkan sampai dengan negaranya, saudara2-nya, bahkan istrinya - Dewi Drupadi - dipakai sebagai barang taruhan dan sempat sangat dipermalukan didepan umum oleh Dursasono - salah satu dari Kurawa, dan akhirnya membawa Pendawa Lima harus menjalani hukuman dibuang ditengah hutan selama duabelas tahun dan melakukan penyamaran selama satu tahun.
2. Arjuna yang sangat pandai dan sakti ternyata punya kelemahan terhadap wanita yang membawanya dia terkenal kalau dengan istilah sekarang sebagai Don Yuan (biarpun beberapa pakar pewayangan hal ini diartikan sebagai simbol kegandrungan Arjuna akan ilmu pengetahuan sehingga dia selalu berguru kepada Bhegawan dan mengawini anak perempuannya yang diartikan / disimbolkan sebagai menguasai ilmu dari sang Bhegawan).
3. Sri Kresna yang terkenal bijaksana dan dikatakan sebagai titisan Wisnu ternyata kurang mampu mendidik anaknya dan terlalu
memanjakan anaknya yang akhirnya membawa pada karma kematiannya melalui seorang pemburu yang tanpa sengaja memanah kakinya - yang anak panahnya berasal dari perbuatan / kesombongan anaknya Samba (Mohon ber-hati-hati bagi yang merasa menjadi raja - dan saya tidak yakin kalau beliau membaca Internet, dan saya yakin bahwa pembantu2 dekatnya pasti ada yang membaca Internet dan pasti tidak berani mengingatkan sang raja - dan yang memanjakan anak2-nya menjadi orang yang serakah dan angkara murka bahkan Sri Kresna yang titisan dewa tidak bisa lepas dari karma akibatnya).
Contoh2 diatas masih bisa diperpanjang dengan tokoh2 seperti Abimanyu (anak Arjuna) yang membohongi istrinya, Gatutkaca (anak Werkudoro) yang memunuh pamannya sendiri, Resi Bisma yang membunuh wanita yang mencintainya, Prabu Salyo yang membunuh mertuanya, dan yang lain2-nya yang pada suatu saat dalam kehidupannya pernah melakukan perbuatan yang kurang terpuji yang balasan karma dari perbuatan buruknya terjadi pada perang Bharatayuda dan ini menjadi suatu interpretasi simbolik lainnya dari makna perang Bharatayuda secara micro (pada individu) yaitu : peperangan terakhir dari manusia menghadapi karma hidupnya, yaitu cara kematiannya adalah cermin dari seluruh cara dan perilaku seluruh kehidupannya baik ataupun buruk. Arti simbolik yang bersifat macro (dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara)

Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara manusia sebagai individu juga selalu diuji keberpihakan seseorang terhadap kelompok yang punya nilai2 luhur dan kelompok yang cenderung terpengaruh oleh perbuatan buruk. Dalam masyarakat modern yang makin heterogen dan dengan makin terbukanya suatu negara dari pengaruh-pengaruh berbagai budaya dari luar sebagai suatu dampak globalisasi kadang2 agak sulit untuk mengenali dengan cepat dan mengambil garis lurus ataupun garis pemisah antara kelompok2 yang memperjuangkan suatu etika moral yang terpuji maupun yang kebalikannya. Kalau melihat contoh2 seperti Yudistira /Puntodewo, Arjuna, dan Sri Kresna seperti tersebut diatas jelas bahwa sebagai manusia mereka tetap mempunyai sifat alamiah tentang ketidak-sempurna-an manusia. Walaupun secara umum atau bisa juga dikatakan bahwa sebagian besar perilaku yang diperbuat bisa dijadikan contoh walaupun tidak lepas dari cacat dan cela. Dengan segala cacat dan cela sebagai individu, secara kelompok mereka mempunyai suatu ciri utama yaitu mengemban tugas Pemimpin maupun Ksatria Utama yang harus selalu menegakkan kebenaran dan memerangi kelompok yang angkaramurka. Dan dari zaman ke zaman selalu saja akan muncul seorang Pemimpin yang memimpin kelompoknya untuk memerangi kezaliman yang merugikan masyarakat/rakyat banyak ataupun pihak2 yang lemah dan tak berdaya. Dan nyata2 bahwa setiap Pemimpin akan mengalami dilema seperti Arjuna yang ragu2 untuk menjalankan perannya untuk menegakkan kebenaran apabila yang dihadapi adalah para Pimpinan bangsanya sendiri, bahkan diantaranya adalah para tokoh yang dihormati seperti Resi Bisma, Adipati Karno yang oleh keterikatan historis (walaupun sebetulnya mereka tidak sependapat dengan kelakuan Duryudono sebagai raja kelompok Kurawa) ataupun dengan sejuta alasan lainnya berpihak kepada yang tidak benar. Dan perang Bharatayuda adalah simbol peperangan yang mungkin bisa timbul didalam masyarakat apabila muncul kelompok yang menjunjung tinggi etika berbudi luhur yang melaksanakan perang suci menghadapi kelompok yang zalim dan angkaramurka agar terjadi perubahan yang nyata menuju suatu tata masyarakat yang lebih baik. Bahwa pada akhirnya Pendawa Lima memutuskan untuk melaksanakan suatu perang Bharatayuda bukanlah suatu proses atau keputusan yang mudah, Pendawa Lima secara nyata telah menjalankan usaha mencegah agar perang Bharatayuda jangan terjadi dengan misi perdamaian - yang terakhir adalah lakon / cerita Kresno Duto yang mengutus Sri Kresna untuk menyelesaikan masalah secara damai yang akhirnya malah menimbulkan kemarahan yang sangat dari Sri Kresna yang hampir saja menghancur-luluhkan seluruh kerajaan Hastinapura. Secara simbolik bisa diartikan bahwa kezaliman dan keangkara-murkaan itu semacam candu/ecstacy, sekali kita didalamnya sulit kita bisa dengan mudah menjadi sadar dengan sendirinya, harus ada pihak2 yang berani memerangi dan menghancurkannya.


Diceritakan bahwa perang Bharatayuda adalah perang yang gegirisi atau sangat menakutkan -tidak ada satupun perang yang tidak menakutkan yang akan meminta banyak korban-dimana akhirnya semua seratus Kurawa dan segala Ksatria yang membantunya habis terbunuh, juga dari sisi Pendawa Lima tidak ada anak2 Pendawa Lima yang bisa lolos dari maut. Kemenangan dari Pendawa Lima harus dibayar sangat mahal walaupun akhirnya Hastinapura bisa menjadi negara yang adil makmur setelah segala keangkamurkaan Kurawa bisa dimusnahkan. Jer basuki mawa bea adalah suatu pepatah Jawa yang artinya - untuk mencapai suatu tujuan selalu ada beayanya.


Kesimpulan


Indikasi masyarakat Indonesia saat ini sangat memprihatinkan yaitu suatu kondisi yang apabila tidak dicermati ataupun disadari terutama oleh pendukung Orde Baru - dikarenakan posisinya yang memegang kekuasaan dan kekuasaan apabila berciri angkaramurka sama dengan ketagihan candu / ecstacy yang punya ciri: sekali kita didalamnya sulit kita bisa dengan mudah menjadi sadar dengan sendirinya - yang bisa menimbulkan suatu situasi radikal para kelompok yang merasa terpanggil untuk melaksanakan pembaharuan yang bisa mengidentifikasikan ebagai kelompok moralis / kelompok pro-demokrasi menghadapi pemerintahan yang zalim yang telah menjalankan Pemilu yang tidak adil, pemerintahan yang penuh korupsi dan kolusi, yang tentaranya menembaki rakyatnya sendiri, melakukan manipulasi undang2 dan peraturan yang menguntungkan kelompoknya, yang anak-anak sang pemimpin ikut campur dalam urusan berusaha dan bernegara seperti layaknya pangeran2 kerajaan dsb. Lambat atau cepat apabila tidak diatasi secara bijaksana bukan sesuatu yang tidak mungkin bisa terjadi perang Bharatayuda dibumi kita tercinta, walaupun kita semua tidak menginginkan, dan adalah sangat alami barangkali juga sebagai hukum alam bahwa selalu akan muncul kelompok moralis yang dengan segala resikonya untuk memerangi pihak yang dianggap menyimpang dari tindakan yang jujur dan terpuji dari waktu ke waktu.


Tulisan ini dibuat dengan maksud agar tercapai suatu Pemerintahan (siapapun yang melaksanakan) yang berorientasi sepenuhnya untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat secara luas.