Dia hanya mengerjakan ladang dan bertani, setiap hari dikerjakan dengan tekun, tanpa pernah mengeluh. Ketekunan ini menjadikannya luar biasa, dan suatu ketika datanglah sang maha resi bijak untuk sekedar menyapanya.
Hai, pemuda..lihatlah padimu, telah tumbuh dengan subur, tidakkah kau ingin melakukan hal lain selain mengolah tanah ? Tanya Maha Rsi.
Sejauh itu membantu semua mahluk, saya pasti ingin melakukannya, maha rsi, sahut pemuda.
Tertegun atas jawaban sang pemuda,
Maha rsi pun melanjutkan bertanya, maukah kau mendengar sebuah ramalan ku tentang Dunia?
Dengan raut muka yang serius pemuda pun menganggukkan kepalanya, sambil duduk diatas rumput, untuk mendengarkan wejangan Sang Maha Rsi.
Tertegun atas jawaban sang pemuda,
Maha rsi pun melanjutkan bertanya, maukah kau mendengar sebuah ramalan ku tentang Dunia?
Dengan raut muka yang serius pemuda pun menganggukkan kepalanya, sambil duduk diatas rumput, untuk mendengarkan wejangan Sang Maha Rsi.
Dengarlah, hai pemuda, saat ini dunia yang kau tempati sangatlah indah, bersahaja, dan penuh dengan cerita kasih, namun sayang ini tidak akan bertahan lama, semua akan hilang, dengan ditandai turunnya hujan yang berwarna merah dan ingatlah jangan pernah kau meminum air hujan itu, karena kesadaranmu akan hilang jika kau meminumnya, jika kau akan minum, ambillah air yang tepat berada didalam sumur yang berada ditengah sawah mu, karena hanya itulah mata air yang bisa membuatmu tetap sadar ajaklah semua umatmu untuk meminum air itu.
Ingatlah pesanku dan mulailah siarkan hal ini kepada seluruh umat manusia sebagai laku dharma mu.
Setelah apa yang menjadi awal pertemuan tersebut, sang pemudapun tiap hari menyiarkan berita ramalan kepada penduduk, dan atas tekat yang bulat demi kemanusiaan sampai akhirnya pemuda meninggalkan seluruh pekerjaannya di ladang.
Pemuda yang lugu tersebut dari hari kehari berbicara hal yang sama dan akhirnya penduduk mengatakan jika ia tidak waras lagi...
Ingatlah pesanku dan mulailah siarkan hal ini kepada seluruh umat manusia sebagai laku dharma mu.
Setelah apa yang menjadi awal pertemuan tersebut, sang pemudapun tiap hari menyiarkan berita ramalan kepada penduduk, dan atas tekat yang bulat demi kemanusiaan sampai akhirnya pemuda meninggalkan seluruh pekerjaannya di ladang.
Pemuda yang lugu tersebut dari hari kehari berbicara hal yang sama dan akhirnya penduduk mengatakan jika ia tidak waras lagi...
Pemuda gila!!, hardik mereka, kau sudah hilang kesadaranmu teriak para sanak familinya.
Namun hal itu tidaklah membuat tekadnya mengendor. Dia pun terus menyiarkan hal tersebut hingga bertahun-tahun.
Disaat pemuda lelah atas apa yang menjadi keyakinannya, saat itulah dunia dilanda kekeringan panjang dan hanya sumur pemuda itu saja yang masih mengeluarkan air. Kembali tumbuh keyakinan sang pemuda untuk mengajak masyarakat meminum air yang ada di tengah sawahnya tersebut.
Kembali cemooh yang di dapat, masyarakat dengan lantang berkata "hey, bukankah ini yang kau inginkan, jika kau telah meracuni sumurmu dan membiarkan kami mati, dan kau yang telah gelandangan akan mengambil seluruh harta kami!! Pemuda kami tidak akan terkena tipu muslihatmu!".
Suatu ketika dunia menjadi sangat gelap, mendung di langit dan juga angin sangat kencangpun menderu bumi, dengan sontak penduduk pun bersorak, lihatlah... Langit akan menurunkan hujan, dan semua cerita itu hanya bohong, teriak masyarakat...
Benar, sesaat kemudian, hujan pun turun, namun hujan itu berwarna merah. Melihat kejadian tersebut sang pemuda pun berteriak, Jangan!.. jangan kau minum air hujan itu, ini lah awal bencana kita, Jangan!!!.... Namun sayang seorang yang dianggap tidak waras, tidak akan pernah dipercaya, seorang miskin dan terlunta tidak akan didengar, akhirnya penduduk pun mulai meminum air hujan yang tampak sangat segar bagi mereka.
Selang beberapa saat setelah meminum air tersebut, pendudukpun mulai memperlihatkan tabiat yang sangat berbeda, mereka sering bertengkar, mereka memainkan peran Tuhan, ada yang mengambil hak orang lain, mengucapkan kebohongan adalah keharusan, berzinah, tidak ada etika moral, semua berubah...tidak ada lagi dunia dengan keindahan yang ada adalah dunia dengan kerumunan pendosa.
Namun, pemuda masih tetap berusaha mengajak mereka untuk minum air sumur milikNya, meminum air kesadaran...
Sia,sia, semua tetap seperti semula, malah mereka semakin bengis terhadap pemuda itu, mereka ingin mengarak dan memancungnya, karena ketidak warasannya.
Hingga suatu saat, pemuda itupun lelah...
Suatu ketika dunia menjadi sangat gelap, mendung di langit dan juga angin sangat kencangpun menderu bumi, dengan sontak penduduk pun bersorak, lihatlah... Langit akan menurunkan hujan, dan semua cerita itu hanya bohong, teriak masyarakat...
Benar, sesaat kemudian, hujan pun turun, namun hujan itu berwarna merah. Melihat kejadian tersebut sang pemuda pun berteriak, Jangan!.. jangan kau minum air hujan itu, ini lah awal bencana kita, Jangan!!!.... Namun sayang seorang yang dianggap tidak waras, tidak akan pernah dipercaya, seorang miskin dan terlunta tidak akan didengar, akhirnya penduduk pun mulai meminum air hujan yang tampak sangat segar bagi mereka.
Selang beberapa saat setelah meminum air tersebut, pendudukpun mulai memperlihatkan tabiat yang sangat berbeda, mereka sering bertengkar, mereka memainkan peran Tuhan, ada yang mengambil hak orang lain, mengucapkan kebohongan adalah keharusan, berzinah, tidak ada etika moral, semua berubah...tidak ada lagi dunia dengan keindahan yang ada adalah dunia dengan kerumunan pendosa.
Namun, pemuda masih tetap berusaha mengajak mereka untuk minum air sumur milikNya, meminum air kesadaran...
Sia,sia, semua tetap seperti semula, malah mereka semakin bengis terhadap pemuda itu, mereka ingin mengarak dan memancungnya, karena ketidak warasannya.
Hingga suatu saat, pemuda itupun lelah...
Dia sangat lelah...
Dia pun mulai goyah, tidak mampu berteriak lantang....
Dalam hati yang terdalam dia berkata, mereka memang benar,
ya akulah yang tidak waras, dan sumur kesadaran itu hanyalah dongeng Sang Maha Resi...
Dengan langkah yang gontai, pemuda itupun ikut meminum air hujan, untuk dapt kembali diterima oleh masyarakatnya.
Dia pun mulai goyah, tidak mampu berteriak lantang....
Dalam hati yang terdalam dia berkata, mereka memang benar,
ya akulah yang tidak waras, dan sumur kesadaran itu hanyalah dongeng Sang Maha Resi...
Dengan langkah yang gontai, pemuda itupun ikut meminum air hujan, untuk dapt kembali diterima oleh masyarakatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar