Semoga tidak menemui rintangan. Mohon maaf kepada Dewa Siwa. Apakah disebut awighna, apakah yang disebut nama siddham, sebaiknya kau mengetahui makna awighnamastu. Jika kau paham, kau boleh menggunakan ilmu ini untuk mengobati. Jika kau tidak paham makna awighnamastu, janganlah kau berani melecehkan ilmu ini. Ilmu ini dinamakan Siwalingga, firman Tuhan yang dianugrahkan kepada para guru dunia. Om maksudnya sarira (badan), awi maksudnya aksara (huruf), ghna artinya tempat bersemayam, mastu artinya kepala, nama maksudnya anugrah, si maksudnya matahari; dham maksudnya bulan. Itulah yang patut dipahami tentang tempat bersemayam Dewa. Kau tidak akan menemukan bencana. Demikianlah firman Dewa pada zaman dulu. Ini merupakan ilmu rahasia, Usada Sari. Ketika diturunkan di Pura Dalem, ini adalah sabda Hyang Pramakawi. "Begitu |
|
| ||
amat tergesa-gesa kalian berdua, cepatlah katakan sekarang, agar aku tahu!" Demikian kata sang Budhakecapi kepada mereka berdua. Selanjutnya, sang Klimosadha menjawab bersama sang Klimosadhi: "Kami berasal dari Lemah Surat, kami sedesa. Kami ini bernama sang Klimosadha dan sang Klimosadhi!" Lalu sang Budhakecapi berkata: "Baiklah, aku bertanya kepada kalian berdua, aku mendengar berita tentang orang yang bernama sang Klimosadha dan sang Klimosadhi, terkenal ahli dalam meramal dan mengobati, konon demikian!" Mereka berdua segera menjawab: "Hamba memang begitu, (tetapi) hamba berdua ingin berguru kepada Tuan, jika Tuan berbelas kasih | ||
|
memberi anugrah kepada hamba berdua, hamba menyerahkan nyawa seumur hidup kepada Tuan, tetapi maafkanlah. Apakah sebabnya (hamba ingin berguru)? Karena Tuan yang bernama sang Budhakecapi, melakukan semadi, amat tekun dan teguh, sepanjang umur, serta telah sempurna dalam batin, doa pujianmu sang Budhakecapi menembus ke tujuh lapisan bumi, menembus ke angkasa". Selanjutnya, Bhatara Siwa turun menuju Kahyangan Cungkub, bertemu dengan Hyang Nini di Pura Dalem. Setelah beliau bertemu, beginilah sabda Bhatara Siwa: "Wahai sang Nini Dalem, aku menitahkanmu sekarang, turun menuju kuburan tempat pembakaran jenasah, kau Hyang Nini berhak memberkahi segala doa sang Budhakecapi, yang sangat tekun bersemadi. Kau Hyang Nini berhak mengabulkan segala permintaannya, |
|
segala kesempurnaan batin, sebab sang Budhakecapi sangat tekun bersemadi!" Lalu Hyang Nini berkata kepada Bhatara Siwa: "Jika itu perintah Bhatara, hamba menuruti titah Bhatara, sekarang hamba turun menuju kuburan tempat pembakaran mayat!" Kemudian Bhatara Siwa melesat menuju alam Siwa. Kini dikisahkan Hyang Nini Dalem datang ke kuburan tempat pembakaran mayat. Maksud Hyang Nini adalah memberikan berkah kepada sang Budhakecapi, karena telah direstui oleh Bhatara Siwa. Dengan cepat tiba di tempat sang Budhakecapi melakukan semadi. Segera sang Budhakecapi menghormat. Lalu Bhatari Hyang Nini berkata: "Wahai kau sang Budhakecapi, cukup lama kau berada di |
|
sini, bermalam di tempat pembakaran mayat, apakah yang kau harapkan? Apakah yang kau minta kepada Bhatara?" Lalu sang Budhakecapi menjawab: "Daulat Paduka Hyang Nini, doa harapan hamba adalah hamba memohon belas kasih Bhatara agar hamba paham hakikat makrokosmos dan mikrokosmos. Semoga Paduka Bhatari berkenan menganugrahkan kekuatan batin yang sempurna supaya hamba tidak terkalahkan oleh semua pesaing hamba, dan juga segala tatacara orang dalam memahami asal-usul penyakit, supaya hamba memahami hakikat bisa, racun, dan penyakit tiwang moro, ilmu desti teluh taranjana, serta hakikat pamala-pamali, dan segala ajian ampuh, demikian pula hakikat hidup dan mati, serta hakikat kekuatan sabda, itulah permintaan hamba kepadamu Bhatari Nini!" Kemudian Hyang Nini berkata: "Wahai sang Budha- |
|
kecapi, sekarang aku akan memberimu anugrah, baiklah, cepatlah julurkan lidahmu keluar, aku mau me-rajah1 lidahmu dengan mantera Om nama siwaya. Satu persatu mulai dengan Om, na untuk hidungmu, ma untuk mulutmu, si untuk matamu, wa untuk tubuhmu, ya untuk telingamu. Demikian pula makna Sanghyang Omkara, seperti windu, nadha, ardhacandra yang berada dalam tubuh, yang dinamakan asal mula Sanghyang Candra Raditya. Yang berada di mata kanan adalah Sanghyang Raditya, yang berada di mata kiri adalah Sanghyang Candra. Wahai sang Budhakecapi semoga kau paham tentang tatacara mencapai moksa karena lidahmu telah dirasuki kekuatan tulisan gaib, yang merupakan anugrahku, Hyang Nini Dalem, kepadamu! Inilah yang dinamakan tempat Sanghyang Omkara Sumungsang yakni di pangkal lidah, |
|
batu manikam, tempat pertemuan Sanghyang Saraswati, di lidah. Ini merupakan pemberi kekuatan gaib kepada batin, sangat utama, jangan sembrono, kau tidak akan berhasil (jika sembarangan). Inilah mantera kumpulan sumber kekuatan: "Om lep rem, ngagwa rem, papare, dewataning bayu pramana". Inilah menjadi persemayaman Sanghyang Saraswati, sebagai tulisan ajaib di lidah sang Budhakecapi, dan inilah doa untuk tempat aksaranya, yakni Om Sanghyang Kedep di pangkal lidahmu, Sanghyang Mandiswara di ujung lidahmu, Sanghyang Mandimanik di tengah lidahmu, Sanghyang Nagaresi di dalam otot lidahmu, Sanghyang Manikastagina di kulit lidahmu, dewanya adalah Bhatara Siwa, sebagai pemberi kekuatan hidup adalah Hyang Brahma Wisnu Iswara, sorganya adalah di hati, di empedu, di jantung, |
|
inilah persebaran tempat beliau Sanghyang Tiga, yakni Ang di hati, Ung di empedu, Mang di jantung. Inilah ajian Sanghyang Triaksara yang patut diingat, manteranya Om Ang Mang. Ajian ini sangat utama, jangan sembrono, memusatkan kekuatan batin, semoga kau sang Budhakecapi dapat memahami ajian Nitiaksara Sari, serta hakikat arti Sanghyang Pancaksara yang berada di alam, yang mana tempatnya, yang mana pula lambang aksara sucinya, inilah yang harus kau ingat wahai sang Budhakecapi, semoga kau paham, tinggalah kau di sini, aku akan pulang kembali menuju Kahyangan Cungkub!" Lalu segera sang Budhakecapi menghormat kepada Hyang Bhatari Nini, dengan mantera: "Om niratma ditempatkan di leher, atyatma di antara kedua alis, niskalatma di pusat telapak tangan, sunyatma di pusat kepala, alam dewata yang kokoh". Setelah Hyang Nini terbang melesat, |
|
menuju Kanghyangan Cungkub. Ceritanya dihentikan sebentar. Cerita berganti, dikisahkan sang Budhakecapi, sangat terkenal ke seluruh masyarakat, sangat kuat dan sempurna, pandai dan ampuh dalam berucap, segala ragam bahasa, mahir dalam doa pemujaan, bertempat tinggal di kuburan, sangat tekun, demikianlah kisah sang Budhakecapi dihentikan dulu. Kini cerita berganti, adalah dua dukun laki-laki, bernama sang Klimosadha dan sang Klimosadhi, tinggal di satu desa, yakni Lemah Tulis. Mereka sangat terkenal sakti, mahir mengobati, dan tidak pernah terkalahkan oleh segala jenis penyakit, dan sang Klimosadi tidak pernah terkalahkan oleh bisa dan obat racun, tetapi |
|
ada kekurangannya, ia tidak tahu mendeteksi (meramal) penyakit, hanya berpegang teguh pada keyakinan dan memaksakan, mencari orang sakit dan yang menyakiti, hanya sebegitu saja kepandaiannya. Dihentikan dulu kisah sang Klimosadha. Kini diceritakan ada orang sakit bernama Sri Hastaka. Ia sangat menderita kesusahan, maksudnya hanya mencari sang Klimosadha. Kemudian ia datang ke rumah sang Klimosadha. Baru saja ia tiba di rumah sang Klimosadha, dengan cepat sang Klimosadha menyapa: "Wahai, Tuan dari mana? Apa maksud kedatanganmu ke mari?" Si pencari dukun menyahut: "Hamba mengundang Tuan, maksud hamba menemui Tuan adalah hamba memohon keselamatan, semoga Tuan berbelas kasihan kepada hamba, |
|
semoga Tuan berkenan datang ke rumah hamba, untuk memeriksa kakak hamba, yang menderita penyakit!" Sang Klimosadha berkata: "Aku menuruti permintaanmu!" Tidak diceritakan (panjang lebar), ia telah tiba di rumah si pasien. Sang Klimosadha tanpa sepatah katapun memperhatikan dengan saksama si pasien, serta memegang tubuh bagian bawah dan bagian atas si pasien, segala kondisi si pasien juga diperhatikan dengan saksama. Setelah itu, lalu sang Klimosadha duduk. Kini si pencari dukun tadi bertanya: "Baiklah, hamba berkaul kepadamu, jika nyawa kakakku bisa diselamatkan, hamba tidak takut memberi upah dan hadiah yang sepantasnya. Jika ia akan mati, dimanakah kesulitan mendeteksinya?" Sang Klimosadha menjawab: "Menurutku, jika aku memegangnya, orang ini tidak akan mati, janganlah kau sedih, tenangkanlah hatimu, carilah ramuan obat minum dan ramuan bedak serta ramuan untuk obat semburan!" |
|
Orang yang disuruh mencari ramuan segera berangkat. "Dulu, aku sering menyembuhkan penyakit semacam ini, tidak pernah sampai dua kali aku memberikan-nya obat, hanya sekali saja sudah sembuh, sangat mudah aku menangani penyakit seperti ini!" Orang yang disuruh mencari bahan obat segera datang, serta dengan cepat pula telah matang. Lalu sang Klimosadha segera meracik obat. Setelah memberi obat minum, bedak, dan obat semburan, sang Klimosadha duduk. Jika bisa sembuh, tentu banyak orang akan merasa ikut berbahagia. Tiba-tiba saja sang Klimosadha lupa memeriksa nyawa si pasien, sehingga si pasien pun mati. Sang Klimosadha sangat malu. Semua orang yang berada di sana berwajah curiga, sebab baru saja diberi obat minum, bedak, dan obat semburan, si pasien kemudian mati, dan juga sang Klimosadha telah mengatakan bahwa si pasien tidak akan mati, namun kini mati. |
|
Sang Klimosadha sangat malu dalam hatinya, akhirnya ia pergi tanpa pamit menuju rumahnya. Setelah tiba di rumahnya, ia tidak enak makan dan minum, siang malam, sang Klimosadha sangat malu. Cerita sang Klimosadha dihentikan sejenak. Kini dikisahkan sang Klimosadhi, termashur dalam mengobati pasien yang terserang bisa dan racun. Diceritakan seorang wanita bernama Sridhani, yang sudah berusia cukup tua, tertimpa penyakit kronis, sangat sukar menangani penyakitnya. Si pencari dukun datang ke rumah sang Klimosadhi. "Wahai Ibu, darimana asalmu? Apa maksud kedatanganmu ke mari?" Si pencari dukun itu menjawab: "Hamba minta tolong, hamba menangani orang sakit. Jika Tuan berbelas kasih kepadaku, sudilah Tuan datang ke |
|
rumahku, agar Tuan mengetahui si pasien!" Sang Klimosadhi menjawab: "Jika begitu, aku menurutimu!" Setelah datang di rumah si pasien, lalu sang Klimosadha memeriksa si pasien, dipegangnya bagian bawah dan bagian atas tubuh si pasien. Setelah itu, lalu sang Klimosadhi berkata: "Ini orang sakit terserang racun, ia terkena racun yang diracik orang. Sekali saja, sangat gampang menyembuhkan penyakit ini. Aku sering menyembuhkan penyakit seperti ini. Tidak usah dua kali, cukup sekali saja sudah sembuh, sangat mudah menolong orang sakit semacam ini!" Orang yang punya pasien bergegas membuat sesajen hadiah. Lalu sang Klimosadhi merapalkan mantera untuk membuat obat, bedak, dan obat semburan. Setelah itu, lalu sang Klimosadhi mengunyah daun sirih, dan memberikan sepahnya kepada si pasien, serta menyandangnya. |
|
Setelah itu, tiba-tiba si pasien pusing, tidak sadarkan diri hingga malam hari, dan dadanya sesak, kerongkongannya seperti tersumbat!" Si pencari dukun berkata: "Mengapa bisa begini? Lalu apa yang dapat dilakukan, apakah obatnya perlu diganti? Hamba minta tolong dengan sangat agar ipar hamba ini bisa sembuh. Hamba tidak takut kepada upah, maupun hadiah!" Lalu sang Klimosadhi mengganti obat. Setelah obat itu diminum, tetap saja si pasien pusing tidak sadarkan diri, tidak bisa makan, lalu akut. Kemudian dengan cepat sang Klimosadhi mengeluarkan mantera, melalui ubun-ubun, telinga, hingga sang Klimosadhi kehabisan akal, memusatkan batin bersemadi bertumpu satu kaki. Si pasien semakin tidak sadarkan diri. Lalu sang Klimosadhi berkata: |
|
"Ah, jika demikian keadaan si pasien, aku yang salah memberi obat!" Tiba-tiba sang Klimosadhi pergi, ia sangat merasa malu, bertolak pulang. Setelah tiba di rumahnya, muncul niat sang Klimosadhi, bermaksud berguru kepada sang Klimosadha. Segera sang Klimosadhi pergi ke rumah sang Klimosadha. Begitu ia tiba, sang Klimosadha menyapanya: "Wahai adikku, sang Klimosadhi, selamat datang di rumahku, apakah maksud kedatanganmu, adikku?" Sang Klimosadhi menjawab: "Aku bermaksud berguru kepadamu, kakak!" Sang Klimosadha berkata: "Mengapa kau ingin berguru kepadaku? Jika begitu, adikku, kau tidak akan mendapat apa-apa. Kakak juga tidak ingin mengangkat murid. Apa sebabnya, katakanlah, wahai adikku!" Sang Klimosa- |
|
dhi menjawab: "Beginilah asal mulanya. Aku mengobati seorang wanita, yang bernama Sridhani. Ia terserang penyakit kronis. Di situlah aku kalah, aku sangat malu, itulah sebabnya aku hendak berguru kepada kakak!" "Jika begitu, kau sia-sia saja, kakak juga ingin berguru, sebabnya adalah kakak mengobati orang sakit bernama Sri Hastaka, seorang lelaki, di situ kakak kalah!" Sang Klimosadhi berkata: "Jika begitu, marilah kita melakukan semadi, aku menurutimu, jika kakak mendapat wahyu, aku minta tolong kepadamu, jika aku mendapat wahyu, aku akan menolongmu, demikianlah maksudku!" Lalu sang Klimosadha berkata: "Jika begitu, sulit rasanya, adikku. |
|
Jika kau setuju denganku, marilah bersama-sama denganku, aku ingin berguru kepada sang Budhakecapi, sebab sang Budhakecapi mendapat anugrah dari Hyang Nini!" Sang Klimosadhi menyahut: "Jika begitu, baiklah, aku setuju denganmu, kakak!" Akhirnya, segera mereka berangkat menuju kuburan tempat pembakaran mayat. Setelah tiba di tempat sang Budhakecapi, lalu mereka berdua disapa oleh sang Budhakecapi: "Wahai Tuan berdua, apa maksud Tuan datang ke mari, begitu tergesa-gesa, berdua, silakan katakan agar aku mengetahui!" Sang Klimosadha dan sang Klimosadhi menjawab: "Hamba ini berasal dari Lemah Tulis, hamba sedesa, demi- |
|
kianlah Tuan, hamba berdua bernama sang Klimosadha mwang sang Klimosadhi!" Lalu sang Budhakecapi berkata: "Baiklah, aku ingin bertanya kepada kalian berdua, aku mendengar berita orang yang bernama sang Klimosadha dan sang Klimosadhi, terkenal mahir dalam pengobatan, begitulah konon!" Segera mereka berdua menjawab: "Hamba memang begitu, (namun) hamba ingin berguru kepada Tuan, jika Tuan berkenan kepada hamba berdua, hamba menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuan, disertai dengan permohonan maaf hamba!" "Wahai, adikku berdua, agar aku dapat mengetahuimu, apa sebabnya kau ingin berguru kepadaku? Katakanlah dengan sejujurnya kepadaku agar aku paham!" Sang Klimosadha menjawab: "Sebabnya hamba berniat keras berguru karena hamba pernah mengobati |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar