Seorang pakar ilmu agama Hindu pernah menyatakan di sebuah koran lokal di Bali, "Siapakah yang mengatakan demikian, ia kan bukan Sulinggih", menanggapi suatu pertanyaan. Su = baik, mulia dan Linggih = status sosial; dalam konteks ini Sulinggih berarti ia yang berstatus sosial (religius) tinggi di masyarat Hindu.
Kita umumnya memandang 'status sosial-religius' si pelontar, dalam menilai kebenaran dari suatu ungkapan; walaupun kita mengetahui bahwa tiada satu 'alat tera'-pun dimuka bumi ini yang dapat menera 'tingkat kesucian batin' seseorang. Ajaran suci terlahir dari para orang suci; orang suci adalah orang-orang yang berbatin-suci, walaupun beliau 'belum mandi' atau 'sedang mencangkul di sawah'.
Sri Ramakrishna pernah mengatakan: "Putra seorang Brahmana tidak diragukan lagi
adalah seorang Brahmana, menurut kelahirannya; namun beberapa Brahmana tumbuh menjadi sarjana terpelajar, beberapa menjadi pendeta, beberapa menjadi tukang masak dan yang lainnya lagi tergolek pada debu di muka sebuah rumah bordil."
Yang pasti bagi kita adalah, bukanlah 'upacara' dan 'bebantenan' serta mantra-mantra yang mensucikan batin seseorang, apalagi dari kelahirannya saja. Ia hasil dari 'upaya mandiri yang benar'. Saya lahir sebagai apa adanya saya saat ini, karena 'karma wasana' saya pada berbagai kelahiran yang lampau. Bukankah demikian Hindu mengajarkan kita? Keberadaan kita tergantung dari karma kita, bukan karma i jublag atau pan balang tamak. Kita tak dapat hanya mengandalkan atau tergantung pada 'ketidak-pastian', berbagai 'konon' atau 'mule keto' lagi. Waspadalah sahabatku.......
Semoga Cahaya Agung-Nya senantiasa menyinari kalbu semua insan.
Semoga Kedamaian dan Kebahagiaan menghuni kalbu semua insan.
Kita umumnya memandang 'status sosial-religius' si pelontar, dalam menilai kebenaran dari suatu ungkapan; walaupun kita mengetahui bahwa tiada satu 'alat tera'-pun dimuka bumi ini yang dapat menera 'tingkat kesucian batin' seseorang. Ajaran suci terlahir dari para orang suci; orang suci adalah orang-orang yang berbatin-suci, walaupun beliau 'belum mandi' atau 'sedang mencangkul di sawah'.
Sri Ramakrishna pernah mengatakan: "Putra seorang Brahmana tidak diragukan lagi
adalah seorang Brahmana, menurut kelahirannya; namun beberapa Brahmana tumbuh menjadi sarjana terpelajar, beberapa menjadi pendeta, beberapa menjadi tukang masak dan yang lainnya lagi tergolek pada debu di muka sebuah rumah bordil."
Yang pasti bagi kita adalah, bukanlah 'upacara' dan 'bebantenan' serta mantra-mantra yang mensucikan batin seseorang, apalagi dari kelahirannya saja. Ia hasil dari 'upaya mandiri yang benar'. Saya lahir sebagai apa adanya saya saat ini, karena 'karma wasana' saya pada berbagai kelahiran yang lampau. Bukankah demikian Hindu mengajarkan kita? Keberadaan kita tergantung dari karma kita, bukan karma i jublag atau pan balang tamak. Kita tak dapat hanya mengandalkan atau tergantung pada 'ketidak-pastian', berbagai 'konon' atau 'mule keto' lagi. Waspadalah sahabatku.......
Semoga Cahaya Agung-Nya senantiasa menyinari kalbu semua insan.
Semoga Kedamaian dan Kebahagiaan menghuni kalbu semua insan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar