Kumbakarna adalah seorang patriot. Seorang keturunan Bangsa Raksasa yang beda dari kebanyakan bangsa Raksasa. Wujud fisiknya seperti umumnya bangsa Raksasa, tinggi besar, lebih dari tiga kali tinggi bangsa manusia. Tapi hatinya,.. pemahamannya akan kehidupan begitu luhur. Dialah salah satu ksatria bangsa Raksasa yang senantiasa belajar dan berusaha untuk memahami sejati hidupnya. Bahkan sebagian orang menganggap dia sebagai seorang yang menjalani hidup sebagai seorang resi, walaupun hidup di dalam megahnya kehidupan istana Alengkadiraja.
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Dan perang harus pecah. Sebuah perlawanan bangsa Manusia atas sikap semena-mena Raja Rahwana sang pimpinan Alengka. Sebuah pilihan sulit bagi Kumbakarna. Dia yang begitu menjunjung tinggi sikap ksatria, dan sangat tidak suka dengan keangkaramurkaan, sudah sejak awal dengan tegas tidak menyetujui sikap Rahwana, sang kakak, yang demikian jahat.
Dan ketika perang harus berkobar. Kumbakarna tetap harus memilih. Alengkadiraja adalah negri tanah tumpah darahnya. Negri yang memberinya kehidupan, penghidupan dan pembelajaran, sejak dia dilahirkan sampai pada pemahamannya sekarang ini. Dan Kumbakarna memilih untuk berjuang, terlibat perang, membela negrinya, walaupun dia tahu bahwa itu semua akibat sikap Rahwana yang salah.
Adalah seorang ksatria bernama Arya Wibisana. Adik kandung dari Kumbakarna. Tapi aneh memang, entah kenapa Wibisana berwujud sebagai bangsa Manusia, dengan paras muka tampan, tidak seperti ketiga saudara lainnya yang memiliki postur tubuh raksasa. Wibisana juga seorang patriot. Mengetahui bahwa sang kakak, Rahwana, tidak bisa lagi diingatkan akan kelalaian sikapnya, Wibisana memilih pergi dari istana Alengkadiraja, dan bergabung dengan bangsa Manusia menuntut haknya dengan melawan Rahwana.
Suatu ketika Kumbakarna dan Wibisana harus berhadapan. Dua orang saudara. Dua orang patriot. Dua orang dengan watak ksatria harus saling menghunus keris dan saling menumpahkan darah.
Kumbakarna mungkin memang salah, tapi bila kita coba melihat dan memahami jalan hidupnya. Kita akan melihat bahwa apa yang dilakukannya bisa dibenarkan. Wibisana mungkin juga bisa disebut sebagai seorang pengkhianat bangsa. Tapi ketika kita mengenalnya lebih dekat, suatu ketika kita akan melihat begitu luhur budinya.
Lalu, ketika mereka saling membunuh, siapakah yang paling benar? Tidak ada diantara mereka yang benar. Seperti juga kita manusia, tidak ada diantara kita yang benar-benar benar. Karena kebenaran hanyalah milik-Nya. Kita manusia yang harus selalu bersyukur diberi-Nya kesempatan untuk sesekali meminjam sebuah kebenaran.
Kumbakarna, adalah seorang yang proaktif. Karena selalu melakukan dan menjunjung tinggi nilai-nilai yang dipahaminya. Demikian juga Wibisana. Mungkin juga, ..demikian adanya kita. Didalam kehidupan yang sepertinya semakin rumit ini, sikap proaktif bisa saja akan dinilai salah. Tidak selalu setiap keputusan yang kita ambil akan dapat dimengerti semua orang. Setiap keputusan seseorang akan selalu dilihat benar oleh sebagian orang, pun akan dilihat salah sebagian orang yang lain.
Dan seperti seorang ksatria Kumbakarna dan Wibisana, tak ada salahnya bila kita menganggap bahwa pendirian kita adalah sesuatu yang benar. Tapi akan sungguh naif, ketika masih juga dijumpai, orang yang menganggap pendiriannya adalah yang paling benar…
Pitoyo Amrih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar