Selasa, 23 Maret 2010
BAGIAN VI
Yang belum punya prasasti, disuruh buatkan Serat Kekancingan pada ahli sastra. Agar kelak jangan sampai timbul perselisihan, jikalau sudah temurun. Jumlah candi pasareyan raja seperti berikut, mulai dengan Kagenengan. Disebut pertama karena tertua : Tumapel, Kidal, Jajagu, Wedwawedan. Di Tuban, Pikatan, Bakul, Jawa-jawa, Antang Trawulan, Katang Brat dan Jago. Lalu Balitar, Sila Petak, Ahrit, Waleri, Bebeg, Kukap, Lumbang dan Puger. pasareyan rani : Kamal Pandak, Segala, Simping. Sri Ranggapura serta candi Budi Kuncir. Bangunan baru Prajnya Paramita Puri. Di Bayatangu yang baru saja dibangun. Itulah dua puluh tujuh candi raja. Pada Saka tujuh guru candra (1287) bulan Badra. Dijaga petugas atas perintah raja. Diawasi oleh pendeta ahli sastra. Pembesar yang bertugas mengawasi seluruhnya sang Wiradikara. Orang utama, yang saksama dan tawakal membina semua candi. Setia kepada Sri Paduka, hanya memikirkan kepentingan bersama Segan mengambil keuntungan berapa pun penghasilan candi makam. Desa-desa perdikan ditempatkan di bawah perlindungan Sri Paduka. Darmadyaksa kasewan bertugas membina tempat ziarah dan pemujaan. Darmadyaksa kasogatan disuruh menjaga biara kebudaan. Mahamantri Agung her-haji bertugas memelihara semua pertapan. Desa perdikan Siwa yang bebas dari pajak : biara relung Kunci, Kapulungan Roma, Wwatan, Iswaragreha, Palabdi, Tanjung, Kutalamba, begitu pula Taruna Parhyangan, Kuti Jati, Candi lima, Nilakusuma, Harimandana, Utamasuka Prasada-haji, Sadang, Panggumpulan, Katisanggraha, begitu pula Jayasika. Tak ketinggalan: Spatika, Yang Jayamanalu, Haribawana, Candi Pangkal, Pigit Nyudonta, Katuda, Srangan, Kapukuran, Dayamuka, Kalinandana, Kanigara Rambut, Wuluhan, Kinawung, Sukawijaya, dan lagi Kajaha, demikian pula Campen, Ratimanatasrama, Kula, Kaling, ditambah sebuah lagi Batu Putih. Desa perdikan kasogatan yang bebas dari pajak : Wipulahara, Kutahaji Janatraya,
Rajadanya, Kuwanata, Surayasa, Jarak, Lagundi serta Wadari Wewe Pacekan, Pasaruan, Lemah Surat, Pamanikan, Srangan serta Pangiketan Panghawan, Damalang, Tepasjita, Wanasrama, Jenar, Samudrawela dan Pamulang. Baryang, Amretawardani, Wetiwetih. Kawinayan, Patemon serta Kanuruhan Engtal, Wengker. Banyu Jiken, Batabata. Pagagan, Sibok dan Engtal. Wengker, Banyu Jiken, Batabata. Pagagan, Sibok dan Padurungan. Pindatuha, Telang, Suraba, itulah yang terpenting, sebuah lagi. Sukalila Tak disebut perdikan tambahan seperti Pogara. Kulur, Tangkil dan sebagainya. Selanjutnya disebut berturut desa kebudaan Bajradara : Isanabajra, Naditata, Mukuh, Sambang, Tanjung. Amretasaba Bangbang, Bodimula, Waharu Tampak, serta Puruhan dan Tadara Tidak juga terlangkahi Kumuda. Ratna serta Nadinagara. Wungaiaya, Palandi, Tangkil. Asahing, Samici serta Acitahen Nairanjana, Wijayawaktra, Mageneng. Pojahan dan Balamasin. Krat, Lemah Tulis, Ratnapangkaya, Panumbangan. serta Kahuripan Ketaki, Telaga Jambala, Jungul ditambah lagi Wisnuwala. Badur, Wirun, Wungkilur. Mananggung, Watukura serta Bajrasana Pajambayan. Salanten, Simapura, Tambak Laleyan, Pilanggu Pohaji, Wangkali, Biru. Lembah, Dalinan, Pangadwan yang terakhir. Itulah desa kebudaan Bajradara yang sudah berprasasti. Desa keresian seperti berikut : Sampud, Rupit dan Pilan Pucangan, Jagadita, Pawitra, masih sebuah lagi Butun. Di situ terbentang taman didirikan lingga dan saluran air. Yang Mulia Mahaguru demiklan sebutan beliau. Yang diserahi tugas menjaga sejak dulu menurut Serat Kekancingan. Selanjutnya desa perdikan tanpa candi, di antaranya yang penting : Bangawan, Tunggal, Sidayatra, Jaya Sidahajeng, Lwah Kali dan Twas. Wasista, Palah, Padar, Siringan, itulah desa perdikan Siwa. Wangjang, Bajrapura. Wanara, Makiduk, Hanten, Guha dan Jiwa Jumpud. Soba, Pamuntaran, dan Baru, perdikan Buda utama. Kajar, Dana Hanyar, Turas, Jalagiri, Centing, Wekas Wandira, Wandayan. Gatawang : Kulampayan dan Talu, pertapan resi. Desa perdikan Wisnu berserak di Batwan serta Kamangsian Batu Tanggulian. Dakulut, Galuh, Makalaran, itu yang penting Sedang, Medang. Hulun Hyan, Parung, langge, Pasajan, Kelut. Andelmat Paradah, Geneng, Panggawan, sudah sejak lama bebas pajak. Terlewati segala dukuh yang terpencar di seluruh Jawa. Begitu pula asrama tetap yang bercandi serta yang tidak. Yang bercandi menerima bantuan tetap dari Sri Paduka Prabu. Begitu juga dukuh pengawas, tempat belajar upacara. Telah diteliti sejarah berdirinya segala desa di Jawa. Perdikan candi, tanah pusaka, daerah dewa, biara dan dukuh. Yang berSerat Kekancingan dipertahankan, yang tidak, segera diperintahkan. Pulang kepada dewan desa di hadapan Sang Arya Ranadiraja. Segenap desa sudah diteliti menurut perintah raja Wengker raja Singasari bertitah mendaftar jiwa serta seluk salurannya. Petugas giat menepati perintah, berpegang kepada aturan Segenap penduduk Jawa patuh mengindahkan perintah Sri Paduka Prabu. Semua tata aturan patuh diturut oleh pulau Bali. Candi, asrama, pesanggrahan telah diteliti sejarah tegaknya Pembesar kebudaan
Badahulu. Badaha lo Gajah ditugaskan. Membina segenap candi, bekerja rajin dan mencatat semuanya. Perdikan kebudaan Bali seperti berikut, biara Baharu (hanyar). Kadikaranan, Purwanagara, Wiharabahu, Adiraja, Kuturan. Itulah enam kebudaan Bajradara, biara kependetaan. Terlangkahi biara dengan bantuan negara seperti Aryadadi. Berikut candi pasareyan di Bukit Sulang lemah lampung, dan Anyawasuda Tatagatapura, Grehastadara, sangat mashur, dibangun atas Serat Kekancingan. Pada tahun Saka 1260 oleh Sri Paduka Jiwana. Yang memberkahi tanahnya, membangun candinya : upasaka wreda mentri. Semua perdikan dengan bukti prasasti dibiarkan tetap berdiri. Terjaga dan terlindungi segala bangunan setiap orang budiman. Demikianlah tabiat raja utama, berjaya, berkuasa, perkasa. Semoga kelak para raja sudi membina semua bangunan suci. Maksudnya agar musnah semua durjana dari muka bumi laladan. Itulah tujuan melintas, menelusur dusun-dusun sampai di tepi laut. Menenteramkan hati pertapa, yang rela tinggal di pantai, gunung dan hutan. Lega bertapa brata dan bersamadi demi kesejahteraan negara. Besarlah minat Sri Paduka untuk tegaknya tripaksa. Tentang Serat Kekancingan beliau besikap agar tetap diindahkan. Begitu pula tentang pengeluaran undang-undang, supaya laku utama, tata gila dan adat-tutur diperhatikan. Itulah sebabnya sang caturdwija mengejar laku utama. Resi, Wipra, pendeta Siwa Buda teguh mengindahkan tutur. Catur asrama terutama catur basma tunduk rungkup tekun melakukan tapa brata, rajin mempelajari upacara. Semua anggota empat kasta teguh mengindahkan ajaran. Para Mahamantri Agung dan arya pandai membina urusan negara. Para putri dan satria berlaku sopan, berhati teguh. Waisya dan sudra dengan gembira menepati tugas darmanya. Empat kasta yang lahir sesuai dengan keinginan. Hyang Maha Tinggi Konon tunduk rungkup kepada kuasa dan perindah Sri Paduka Teguh tingkah tabiatnya, juga ketiga golongan terbawah. Gandara, Mleca dan Tuca mencoba mencabut cacad-cacadnya. Demikianlah tanah Jawa pada zaman pemerintahan Sri Nata. Penegakan bangunan-bangunan suci membuat gembira rakyat Sri Paduka menjadi teladan di dalam menjalankan enam darma. Para ibu kagum memandang, setuju dengan tingkah laku Sang Prabu. Sri Nata Singasari membuka ladang luas di daerah Sagala. Sri Nata Wengker membuka hutan Surabana, Pasuruan, Pajang. Mendirikan perdikan Buda di Rawi, Locanapura, Kapulungan Sri Paduka sendiri membuka ladang Watsari di Tigawangi. Semua Mahamantri Agung mengenyam tanah palenggahan yang cukup luas Candi, biara dan lingga utama dibangun tak ada putusnya. Sebagai tanda bakti kepada dewa, leluhur, para pendeta.
Memang benar budi luhur tertabur mengikuti jejak Sri Nata. Demikianlah keluhuran Sri Paduka ekanata di Wilwatikta. Terpuji bagaikan bulan di musim gugur, terlalu indah terpandang Durjana laksana tunjung merah, sujana seperti teratai putih. Abdi, harta, kereta, gajah, kuda berlimpah-limpah bagai samudera. Bertambah mashur keluhuran pulau Jawa di seluruh jagad raya. Hanya Jambudwipa dan pulau Jawa yang disebut negara utama Banyak pujangga dan dyaksa serta para upapati, tujuh jumlahnya Panji Jiwalekan dan Tengara yang meronjol bijak di dalam kerja. Mashurlah nama pendeta Brahmaraja bagai pujangga, ahli tutur. Putus dalam tarka, sempurna dalam seni kata serta ilmu naya Hyang brahmana, sopan, suci, ahli weda menjalankan nam laku utama Batara Wisnu dengan cipta dan mentera membuat sejahtera negara. Itulah sebabnya berduyun-duyun tamu asing datang berkunjung Dari Jambudwipa, Kamboja, Cina, Yamana, Campa dan Karnataka Goda serta Siam mengarungi lautan bersama para pedagang Resi dan pendeta, semua merasa puas, menetap dengan senang. Tiap bulan Palguna Sri Nata dihormat di seluruh negara. Berdesak-desak para pembesar, empat penjuru, para prabot desa Hakim dan pembantunya, bahkan pun dari Bali mengaturkan upeti. Pekan penuh sesak pembeli, penjual, barang terhampar di dasaran. Berputar keliling gamelan dalam tanduan diarak rakyat ramai Tiap bertabuh tujuh kali, pembawa sajian menghadap ke pura Korban api, ucapan mantra dilakukan para pendeta Siwa-Buda. Mulai tanggal delapan bulan petang demi keselamatan Sri Paduka. Tersebut pada tanggal empatbelas bulan petang. Sri Paduka berkirap. Selama kirap keliling kota busana. Sri Paduka serba kencana. Ditatang jempana kencana, panjang berarak beranut runtun. Mahamantri Agung, sarjana, pendeta beriring dalam pakaian seragam. Mengguntur gaung gong dan salung, disambut terompet meriah sahut-menyahut bergerak barisan pujangga menampung beliau dengan puja sloka. Gubahan kawi raja dari pelbagai kota dari seluruh Jawa. Tanda bukti Sri Paduka perwira bagai Rama, mulia bagai Sri Kresna. Telah naik Sri Paduka di takhta mutu-manikam, bergebar pancar sinar. Seolah-olah Hyang Trimurti datang mengucapkan puji astuti. Yang nampak, semua serba mulia, sebab Sri Paduka memang raja agung. Serupa jelmaan. Sang Sudodanaputra dari Jina bawana. Sri Nata Pajang dengan sang permaisuri berjalan paling muka. Lepas dari singgasana yang diarak pengiring terlalu banyak. Mahamantri Agung Pajang dan Paguhan serta pengiring jadi satu kelompok. Ribuan jumlahnya, berpakaian seragam membawa panji dan tunggul. Raja Lasem dengan permaisuri serta pengiring di belakangnya. Lalu raja Kediri dengan permaisuri serta Mahamantri Agung dan tentara. Berikut maharani Jiwana dengan suami dan para pengiring. Sebagai penutup Sri Paduka dan para pembesar seluruh Jawa. Penuh berdesak sesak para penonton ribut berebut tempat. Di tepi jalan kereta dan pedati berjajar rapat memanjang
Tiap rumah mengibarkan bendera, dan panggung membujur sangat panjang. Penuh sesak wanita tua muda, berjejal berimpit-impitan. Rindu sendu hatinya seperti baru pertama kali menonton. Terlangkahi peristiwa pagi, waktu Baginda mendaki setinggil. Pendeta menghaturkan kendi berisi air suci di dulang berukir. Mahamantri Agung serta pembesar tampil ke muka menyembah bersama-sama. Tanggal satu bulan Caitra bala tentara berkumpul bertemu muka. Mahamantri Agung, perwira, para arya dan pembantu raja semua hadir. Kepala daerah, ketua desa, para tamu dari luar kota. Begitu pula para kesatria, pendeta dan brahmana utama. Maksud pertemuan agar para warga mengelakkan watak jahat. Tetapi menganut ajaran raja Kapa Kapa, dibaca tiap Caitra. Menghindari tabiat jahat, seperti suka mengambil milik orang. Memiliki harta benda dewa, demi keselamatan masyarakat. Dua hari kemudian berlangsung perayaan besar. Di utara kota terbentang lapangan bernama Bubat. Sering dikunjungi Sri Paduka, naik tandu bersudut Singa. Di arak abdi berjalan, membuat kagum tiap orang. Bubat adalah lapangan luas lebar dan rata. Membentang ke timur setengah krosa sampai jalan raya. Dan setengah krosa ke utara bertemu.tebing sungai. Dikelilingi bangunan Mahamantri Agung di dalam kelompok. Menjulang sangat tinggi bangunan besar di tengah padang. Tiangnya penuh berukir dengan isi dongengan parwa. Dekat di sebelah baratnya bangunan serupa istana. Tempat menampung Sri Paduka di panggung pada bulan Caitra. Panggung berjajar membujur ke utara menghadap barat. Bagian utara dan selatan untuk raja dan arya. Para Mahamantri Agung dan dyaksa duduk teratur menghadap timur. Dengan pemandangan bebas luas sepanjang jalan raya. Di situlah Sri Paduka memberi rakyat santapan mata. Pertunjukan perang tanding, perang pukul. desuk-mendesuk Perang keris, adu tinju tarik tambang, menggembirakan. Sampai tiga empat hari lamanya baharu selesai. Seberangkat Sri Paduka. sepi lagi, panggungnya dibongkar. Segala perlombaan bubar, rakyat pulang bergembira. Pada Citra bulan petang Sri Paduka menjamu para pemenang. Yang pulang menggondol pelbagai hadiah bahan pakaian. Segenap ketua desa dan wadana tetap tinggal, paginya mereka. Dipimpin Arya Ranadikara menghadap Sri Paduka minta diri di pura Bersama Arya Mahadikara, kepala pancatanda dan padelegan. Sri Paduka duduk di atas takhta, dihadap para abdi dan pembesar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar